Organisasi bisnis jasa online, dewasa ini sedang banyak
dikembangkan di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya penawaran
fasilitas-fasilitas yang berdalih memberikan kemudahan dalam memenuhi setiap
kebutuhan dan aktivitas masyarakat yang dikemas secara online dalam
sebuah software aplikasi. Sebagaimana dapat kita amati, kemunculan
berbagai bentuk layanan belanja online seperti Tokopedia, Bukalapak,
Lazada, OLX, Grab-Bike, dan Go-Jek.
Terkait hal bisnis jasa online, dalam tulisan ini akan
dibahas mengenai layanan Go-Jek Indonesia. Go-Jek merupakan startup lokal
di bidang digital. Selain Go-Jek, terdapat juga Grab-Bike yang merupakan startup
asal Malaysia. Khususnya Go-Jek, ini sangat cermat dalam melihat kondisi
lingkungan, yang terkait kemacetan yang terjadi di kota-kota besar, khususnya
Jakarta. Ide diciptakannya layanan Go-Jek muncul dari lingkungan eksternal
organisasi Go-Jek, yaitu masyarakat (yang kemudian menjadi target sebagai customer
Go-Jek) dan kemacetan. Di lain sisi, masyarakat menuntut kebutuhan untuk tetap
sampai di tempat tujuan tepat waktu. Sehingga, kemudian muncul ide alternatif
dari kemacetan dan kebutuhan customer dengan diciptakannya mode jasa
transportasi antar-jemput orang dengan menggunakan kendaraan bermotor roda dua.
Kendaraan bermotor roda dua menjadi pilihan sarana transportasi bisnis ini
karena sifat dari barang tersebut yang lebih portabel dengan mobilitas yang
cenderung lebih fleksibel dan dapat mudah menyesuaikan dengan area jalan yang
sering terjadi kemacetan. Apalagi, kendaraan bermotor roda dua tersebut lebih
mudah untuk menerobos kendaraan lain di antara kemacetan kendaraan, bahkan
mencari jalan alternatif di antara gang-gang sempit.
Walaupun jenis usaha jasa ini sudah dikenal di kalangan masyarakat
Indonesia dengan nama yang lebih konvensional sebagai ojek, namun diciptakannya
Go-Jek adalah berupa inovasi digital yang berbasis teknologi informasi secara
terintegrasi yang menghubungkan customer dengan pemberi jasa secara online.
Layanan secara online ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada customer
dalam menemukan sarana transportasi yang dapat mengantarkan customer
kepada tempat tujuan tanpa harus mengunjungi pangkalan ojek, tetapi cukup
menggunakan media telekomunikasi berbasis smartphone untuk memanggil
Go-Jek, kemudian driver Go-Jek pun akan menghampiri customer. Selain
itu, customer juga dapat memantau posisi driver Go-Jek-nya
melalui GPS (Global Positioning System) serta estimasi waktu yang
dibutuhkan oleh driver untuk sampai pada tempat tujuan penjemputan. Customer
juga dapat mengetahui kisaran tarif yang harus dibayarkan, sehingga customer
tidak perlu cemas.
Go-Jek mulai beroperasi di Jakarta sejak tahun 2011 dengan slogan An
Ojek for Every Need yang pada awal perkembangannya menggunakan layanan call
center dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga customer harus
menghubungi nomor call center Go-Jek untuk dapat menikmati layanan
Go-Jek.[i] Customer
memberikan penjelasan mengenai lokasi penjemputan dan tujuan perjalanan.
Kemudian manajer call center menghubungi driver-nya untuk
menjemput customer. Namun, sistem call center tidak berjalan
efisien, sehingga akhirnya Go-Jek mengembangkan aplikasi pemesanan Go-Jek
berbasis Android dan iOS.
Dengan demikian kemunculan ide baru berbasis Android dan iOS
mendorong Go-Jek menjadi berkembang pesat. Sejak PT Go-Jek Indonesia
meluncurkan aplikasi Go-Jek pada Januari 2015, Go-Jek sudah mencapai prestasi 1
juta order pada Juli 2015.[ii]
Hal tersebut menunjukkan bahwa aplikasi Go-Jek mendapat reaksi baik dari
konsumen. Bahkan hingga Desember 2015, jumlah pengguna aplikasi Go-Jek mencapai
lebih 8 juta orang.[iii]
Hingga Desember 2015, Go-Jek sendiri telah memiliki 200 ribu mitra pengemudi di
lima kota (Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, dan Makassar) tempat Go-Jek
beroperasi, di mana 100 ribu di antaranya adalah mitra pengemudi di Jakarta.[iv]
Pengembangan sistem aplikasi pemesanan Go-Jek menunjukkan bahwa
Go-Jek sangat jeli dalam mengamati elemen lingkungan. Upaya Go-Jek untuk selalu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan organisasinya sangat terlihat dari
upaya Go-Jek yang melihat bahwa smartphone di era sekarang ini sudah
menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. Khususnya, dalam hal perkembangan
aplikasi Go-Jek, Perusahaan Go-Jek sangat berorientasi pada segmen lingkungan
teknologi, di mana pengetahuan serta teknik-teknik yang digunakan untuk membuat
dan mengembangkan produk, khususnya layanan jasa Go-Jek, berpengaruh terhadap
cara pengelolaan organisasi. Tingkat teknologi yang digunakan Perusahaan Go-Jek
yang berbasis teknologi informasi berpengaruh terhadap ukuran tingkat keahlian
yang harus dimiliki dalam organisasi, seperti dibutuhkannya ahli profesional Chief
Technology Go-Jek di tingkat manajemen dan keahlian dalam mengoperasikan
aplikasi Go-Jek Driver oleh para pegawai driver Go-Jek.
Perkembangan pengelolaan pelayanan di organisasi Perusahaan Go-Jek
sangat menunjukkan karakteristik pengelolaan organisasi dengan menggunakan
pendekatan modern, di mana bentuk dan cara pengelolaan organisasi selalu
menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya agar organisasi Perusahaan Go-Jek
bisa mencapai keberhasilan. Sehingga pendekatan ini disebut juga sebagai
pendekatan ketergantungan (contingency). PT Go-Jek memandang bahwa
organisasinya merupakan sebuah sistem yang terbuka, yang merupakan bagian dari
sub-sistem dari lingkungannya. Dengan demikian bentuk organisasi Go-Jek harus
disesuaikan dengan lingkungan di mana organisasi itu berada.
Apalagi, Go-Jek merupakan bentuk usaha bisnis yang berbasis
pelayanan, sehingga pengelolaan organisasinya pun harus menyesuaikan dengan
keadaan lingkungan, khususnya kepuasan pelanggan.
Perusahaan Go-Jek sangat memperhatikan hal-hal yang menjadi indikator
kepuasan pelanggan, seperti tingkat tangibility dengan memberikan
pelanggannya fasilitas fisik yang memadai juga perlengkapan seperti masker,
helm, penutup kepala dan juga sarana aplikasi pemesanan Go-Jek; reliability
dengan berupaya memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan tepat
dan dapat dipercaya seperti ketepatan waktu: 60 minutes delivery anywhere in
the city dan memberlakukan kebijakan-kebijakan sesuai standar yang sudah
dipromosikan; assurance di mana dalam pelayanannya Go-Jek berusaha untuk
membuat konsumen merasa aman dalam hal pemakaian jasa Go-Jek, seperti transparent
pricing (memberikan informasi biaya tarif yang harus dibayarkan di awal
sebelum menerima pelayanan) dan free shower cap and masker offered,
serta mengadakan kerja sama dengan Allianz
untuk memberikan santunan musibah kecelakaan kepada seluruh
pelanggan Go-Jek yang menggunakan layanannya, di mana konsumen akan menerima
penggantian sampai dengan Rp 10.000.000,- dan untuk biaya rumah sakit sampai
dengan Rp 5.000.000,-; emphaty dengan memposisikan konsumen seperti
partner dan juga menciptakan hubungan relasional yang baik dengan pelanggan, di
mana driver Go-Jek sangat ramah untuk mengajak interaksi dengan
pelanggannya; dan responsiveness dengan
berupaya siap dan tanggap untuk menangani respon permintaan konsumen yang
dilakukan melalui sistem online-nya, seperti dalam hal pelayanannya juga
menyediakan pinjaman dana untuk konsumen yang menggunakan jasa belanja karena sebagaimana
di dalam promosinya dikatakan bahwa shop for food, ticket, medicine anything
under Rp 1.000.000,00, we’ll pay it first.
Hal-hal yang menjadi indikator kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan jasa Go-Jek tersebut kemudian diformalisasikan ke dalam sebuah
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus ditaati dan dipatuhi oleh para driver
Go-Jek ketika sedang memberikan pelayanannya kepada customer.
Formalisasi tersebut bagi organisasi Go-Jek menunjukkan tingkat sejauh mana pekerjaan,
khususnya pelayanan jasa Go-Jek kepada para customer di dalam organisasi
ini distandardisasikan.
Dalam hal mengenai pelayanan standar, pekerjaan para driver Go-Jek
memiliki dua kemungkinan, yaitu sangat diformalisasikan atau memiliki
formalisasi tinggi dan di lain sisi memiliki formalisasi rendah untuk hal-hal
tertentu.
Formalisasi yang tinggi mengacu pada sedikitnya kebebasan para driver
Go-Jek mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya, dan
bagaimana ia harus melakukannya. Formalisasi yang tinggi lebih diterapkan untuk
hal-hal mengenai prosedural teknis pelayanan, seperti standar operasional
prosedur (SOP) untuk mengenakan jaket identitas Go-Jek, memberikan masker,
penutup kepala, helm kepada customer, tidak mengemudikan kendaraannya
secara ugal-ugalan, tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu
pelanggan, dan tidak melakukan kesalahan tujuan pengiriman barang. Bahkan,
terkait dengan formalisasi SOP teknis ini, Perusahaan Go-Jek memperketat sistem
pengawasan terhadap para driver-nya dengan melibatkan langsung elemen
lingkungannya, yaitu customer. Perusahaan akan memecat driver Go-Jek
yang tidak menerapkan standar operasional prosedur (SOP) Perusahaan, seperti
tidak mengenakan jaket beridentitas Go-Jek, memainkan argo berdasarkan laporan
dari customer. Perusahaan akan memecat driver yang tidak
menjalankan SOP pada peringatan yang ketiga kalinya.[v] Pengawasan
terkait formalisasi teknis ini juga diberikan kepada driver oleh customer
melalui rating yang diberikan pelanggan setelah driver Go-Jek
selesai memberikan pelayanan jasanya. Pelanggan juga dapat memberikan informasi
seperti apakah driver Go-Jek memberikan pelanggannya masker, helm, atau
penutup kepala. Jika driver dilaporkan tidak memberi salah satunya, maka
akan dikenakan potongan Rp 5.000,00 per pelanggaran. Termasuk jika driver
mengemudi secara ugal-ugalan atau bahkan memberikan fasilitas yang bau
sekalipun dapat dilaporkan karena Go-Jek sangat mengutamakan pelayanan. Dengan
demikian, terkait dengan formalisasi untuk hal-hal prosedural teknis ini,
Perusahaan Go-Jek secara benar-benar menerapkan teknik-teknik formalisasi,
meliputi seleksi dan pelatihan.
Proses seleksi dilakukan untuk menentukan apakah calon driver
Go-Jek cocok bagi organisasi. Proses seleksi ini bertujuan untuk menghindari
dipekerjakannya orang-orang yang tidak dapat menerima norma-norma organisasi
Go-Jek. Sehingga, perusahaan dapat merekrut orang-orang yang akan melaksanakan
tugas pekerjaannya secara memuaskan dan yang kepribadiannya, kebiasaan
kerjanya, serta sikapnya sesuai dengan keinginan organisasi. Perusahaan Go-Jek
menerapkan sistem seleksi calon driver-nya meliputi seleksi
administrasi, yaitu melengkapi berkas fotokopi KTP, SIM C, STNK, KK. Jika KTP
berbeda dengan domisili sekarang, calon driver harus membawa Surat
keterangan Domisili, jaminan asli BPKB/Ijazah terakhir/KK/akte Lahir/Buku
Nikah. Adapun ketentuan usia maksimal bagi driver Go-Jek adalah 55 tahun
dengan pendidikan terakhir SMP, dan wajib mengenakan sepatu dan wajib
menghadirkan motor saat proses seleksi.
Selain teknik seleksi, teknik formalisasi yang diterapkan
Perusahaan Go-Jek adalah teknik pelatihan. Perusahaan memberikan pelatihan
kepada para calon driver, yang meliputi pelatihan pengenalan produk, penggunaan
aplikasi Go-Jek Driver dalam smartphone jenis Android, pelatihan
pelayanan pelanggan, edukasi tentang berkendaraan yang aman, serta pelatihan mobile
banking. Teknik seleksi ini bertujuan untuk memasukkan perilaku dan sikap
kerja yang diinginkan kepada para driver Go-Jek.
Kemudian, untuk kondisi-kondisi tertentu, Perusahaan Go-Jek
menerapkan formalisasi yang rendah untuk hal-hal yang berkaitan dengan
kewajiban driver Go-Jek dalam memberikan tanggapan terhadap kebutuhan
para pelanggan. Hal demikian bertujuan untuk memberikan kepuasan pelanggan
terkait indikator responsiveness (kesiapsiagaan dan kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan tanggapan akan kebutuhan para pelanggan). Dalam
ketentuan ini, para driver diberikan kebebasan untuk mengambil kebijakan
di dalam pekerjaan mereka. Sehingga, formalisasi yang rendah ini menunjukkan
adanya desentralisasi di dalam pengambilan keputusan di Perusahaan Go-Jek,
khususnya dalam hal yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan. Namun,
pada dasarnya desentralisasi tersebut merupakan implementasi dari adanya
sentralisasi, yang mana sebelumnya kebijakan top management Go-Jek telah
menetapkan indikator-indikator terkait nilai-nilai responsiveness.
Dengan demikian, keputusan secara desentralisasi oleh driver Go-Jek yang
terkait langsung dengan kebutuhan pelanggan, tetap harus berkiblat pada prinsip-prinsip
kebijakan top management.
Perusahaan Go-Jek sebagai sebuah sistem terbuka, yang merupakan
bagian dari sub-sistem dari lingkungannya, akan kerap sekali menghadapi
tantangan ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian lingkungan sangat
bergantung pada tingkat kompleksitas dan stabilitas dari lingkungan organisasi
itu sendiri, baik lingkungan internal maupun eksternal organisasi.
Permasalahan di lingkungan internal organisasi Go-Jek dapat bersumber
meliputi dari jajaran top management organisasi, staff manager,
dan para driver Go-Jek. Sedangkan pada lingkungan eksternal organisasi
Go-Jek, permasalahan dapat muncul meliputi dari para customer Go-Jek,
kebijakan pemerintah, dan para pesaing bisnis yang sejenis.
Permasalahan di tingkatan manajer organisasi Go-Jek, salah satunya
adalah keluarnya beberapa elemen penting dari manajemen Go-Jek, seperti
keluarnya beberapa founder bisnis Go-Jek itu sendiri. CEO sekaligus inisiator Go-Jek adalah Nadiem Makarim, yang
merupakan Master of Business Administration dari Harvard University. Nadiem
Makarim bersama kedua rekannya, yaitu Brian Cu dan Michaelangelo Moran telah
merupakan founder Go-Jek Indonesia. Namun, Michaelangelo Moran dan Brian
Cu, selaku Direktur Pengembangan Merek, pada Desember 2012 memutuskan untuk
memilih meninggalkan Go-Jek dan bergabung dengan Grab Taxi yang masih satu
perusahaan dengan Grab-Bike sebagai Managing Director. Kondisi demikian
kemudian berpengaruh terhadap manajemen internal Go-Jek, yang harus melakukan
restrukturalisasi manajemen di awal perkembangannya. Sehingga berimplikasi pada
tersendatnya perkembangan produk Go-Jek itu sendiri.
Permasalahan
lingkungan internal organisasi Go-Jek juga dapat muncul dari para driver
Go-Jek itu sendiri, seperti halnya munculnya ulah-ulah nakal dari para driver
Go-Jek sehingga menurunkan tingkat kepercayaan pelanggan kepada kualitas
pelayanan dan reputasi Perusahaan Go-Jek. Ulah nakal driver Go-Jek
tersebut contohnya adalah parkir sembarangan, melawan arah, menerobos lampu
lalu lintas ketika menyala lampu warna merah, bahkan tindakan pelecehan seksual
yang dilakukan oleh oknum driver Go-Jek Irwan terhadap salah seorang customer
bernama Nia yang pada awal Februari 2016 sempat menjadi viral di media massa
yang berakhir pada pemecatan oknum Irwan oleh pihak manajemen Go-Jek.[vi]
Sedangkan,
permasalahan terkait lingkungan eksternal organisasi yang berasal dari customer
meliputi keluhan pelanggan terkait layanan Go-Jek online yang seringkali
mengalami gangguan aplikasi error[vii], seperti kesulitan untuk melakukan login,
tidak bisa menemukan lokasi pencarian, tidak dapat melakukan order, tidak
dapat menemukan driver Go-Jek sehingga aplikasi membatalkan pemesanan
secara otomatis. Masalah-masalah demikian kemudian membuat customer enggan
untuk menggunakan jasa Go-Jek kembali karena alasan ketidakefektifan, yang
dipersulit dengan sistem aplikasi dan jaringan online yang sering mengalami
gangguan aplikasi dan jaringan.
Masalah terkait
lingkungan eksternal Go-Jek juga dapat muncul dari kebijakan pemerintah seperti
halnya pelarangan seluruh ojek maupun taksi berbasis online oleh
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan karena dinilai tidak memenuhi
ketentuan sebagai angkutan umum. Pelarangan tersebut dinilai tidak memenuhi
ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan,
yang mana dinyatakan bahwa kriteria ketentuan angkutan umum adalah yang
memenuhi minimal beroda tiga, berbadan hukum, dan memiliki penyelenggaraan
angkutan umum.[viii] Namun, pada akhirnya setelah
diadakan konferensi pers di Kantor Kementerian Perhubungan, pada tanggal 18
Desember 2015, atas dasar realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan
yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan
angkutan publik yang layak dan memadai, akhirnya ojek dan transportasi umum
berbasis aplikasi online dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi
hingga transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak.[ix] Namun, kebijakan tersebut rupanya
tidak berlaku permanen, dengan memberikan batasan hingga persyaratan
transportasi publik yang layak mampu terpenuhi. Dengan demikian ancaman akan
dicabutnya ijin beroperasi dapat tiba-tiba diberlakukan kembali yang sewaktu-waktu
dapat menjadi tantangan keberlangsungan kegiatan usaha bisnis Go-Jek ke
depannya.
Tidak hanya
terkait masalah pelanggan dan kebijakan pemerintah, tantangan akan
ketidakpastian lingkungan selalu menghantui Perusahaan Go-Jek Indonesia. Go-Jek
yang sudah beroperasi di Jakarta,
Bandung, Bali, Surabaya, dan Makassar tidak semulus
saat mereka melakukan ekspansi di awal. Perlawanan dari para pesaing bisnis,
termasuk ojek konvensional yang kemunculannya telah ada sebelum Go-Jek
diciptakan kerap terjadi, di mana Go-Jek pun harus berbenturan dengan ojek-ojek
konvensional (ojek pangkalan) yang enggan untuk bergabung dengan Go-Jek.
Seperti di beberapa jalan terdapat plang yang bertuliskan bahwa Go-Jek dilarang
masuk di kawasan tersebut.[x] Hal ini membuat driver Go-Jek pun, kemudian harus
pintar menyusun strategi jika memasuki kawasan tersebut, seperti banyak dari driver
Go-Jek yang kemudian akhirnya tidak mematuhi SOP yang telah ditetapkan
Perusahaan, seperti tidak mengenakan atribut jaket dan helm bertuliskan Go-Jek,
yang mana hal ini jelas-jelas merupakan penyimpangan dari pelayanan standar.
Selain masalah
tersebut, masalah lain muncul dari pesaing bisnis adalah adanya perlawanan
fisik dari para pengendara ojek konvensional terhadap driver Go-Jek. Sebagaimana sempat terjadi maraknya kasus driver Go-Jek yang
diintimidasi oleh kawanan ojek pangkalan (konvensional). Seperti misal kasus
penghentian paksa driver Go-Jek yang memasuki kawasan Kampus Universitas
Indonesia (UI) Depok oleh sopir ojek pangkalan Kampus UI yang sempat marak
terjadi pada bulan Juni 2015 yang lalu. Pengendara Go-jek dimaki, dihardik,
bahkan diancam untuk tidak lagi beroperasi di area kawasan ojek pangkalan UI.[xi]
Munculnya berbagai masalah pada lingkungan organisasi Go-Jek, yang
secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi pada organisasi Go-Jek itu
sendiri, kemudian menjadi penting untuk menganalisis karakteristik lingkungan
organisasi Perusahaan Go-Jek. Jika dilihat dari karakteristik lingkungan
organisasi, PT Go-Jek itu sendiri merupakan bentuk organisasi yang memiliki
corak atau teksture lingkungan yang diganggu-bereaksi (disturbed-reactive).
Artinya, lingkungan organisasi ini merupakan lingkungan oligopolistik, yang
memiliki banyak organisasi serupa, seperti Grab-Bike, Ojesy (Ojek Syar’i), dan
Lady Jek, di mana antar organisasi serupa saling terlihat (visible) satu
sama lain, sehingga tindakan setiap organisasi bisa diamati secara jelas oleh
organisasi lainnya. Termasuk kebijakan manajemen Go-Jek terkait tarif yang
ditetapkan seringkali menyesuaikan tarif rasional yang berlaku di organisasi
sejenis lainnya seperti Grab-Bike. Seperti misal terkait dengan kebijakan
manajemen Go-Jek yang melakukan perubahan kebijakan penurunan tarif, yang mana
mulai 29 Desember 2015, pengguna yang menggunakan layanan dari Go-Jek, yaitu
Go-Ride dikenakan tarif Rp 12.000 untuk jarak sampai 10 kilometer (km).
Sementara untuk jarak sampai 10-15 km dikenakan tarif Rp 15.000. Bila jarak
yang ditempuh melebihi 15 km maka Go-Jek mengenakan tarif Rp 2.000 per
kilometer. Biaya tarif per kilometer diturunkan dari yang sebelumnya Rp 3.000
per kilometer. Adapun jarak maksimum yang dapat ditempuh adalah 25 km.[xii]
Kebijakan penurunan tarif tersebut dibuat menyesuaikan dengan tarif pesaing
bisnis, yaitu Grab-Bike yang memasang tarif harga minimum Rp 10.000 dengan
biaya per kilometer Rp 1.500. Tindakan pesaing bisnis Go-Jek, yaitu Grab-Bike
yang mengenakan tarif di bawah biaya tarif yang ditetapkan oleh Go-Jek tersebut
dapat mengganggu keseimbangan yang telah terjadi dalam persaingan, sehingga
tindakan dari Grab-Bike pun akan segera dibalas oleh Go-Jek dan begitu juga
sebaliknya. Seperti misal, selain terkait dengan hal pentarifan, diversifikasi
pelayanan Go-Jek, selain Go-Ride, seperti Go-Send juga telah diikuti oleh
Grab-Bike dengan layanannya berupa Go-Express yang menyediakan layanan kurir
instan.
Kondisi lingkungan yang demikian menjadikan lingkungan organisasi
Go-Jek cenderung kompleks dan tidak stabil sehingga mengharuskan pimpinan
Go-Jek dapat membuat perencanaan serta keputusan secara hati-hati dan
strategis, sehingga siap untuk menghadapai reaksi dari pihak lain. Organisasi Go-Jek
harus dapat mengamati secara cermat seluruh tindakan organisasi pesaingnya.
Dengan demikian, strategi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
lingkungan baik dari internal maupun eksternal organisasi Go-Jek dapat meliputi
mengusahakan terciptanya hubungan yang baik dengan elemen-elemen terpenting
dari lingkungan dan berusaha mengendalikan ataupun membentuk lingkungan agar
tidak berbahaya dan bisa menguntungkan bagi organisasi Go-Jek ke depannya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengusahakan terciptanya hubungan
yang baik dengan elemen-elemen terpenting dari lingkungan dapat meliputi
melakukan integrasi melalui merger (penggabungan) para sopir ojek
konvensional (pangkalan) yang kerap sekali melakukan tindakan-tindakan
intimidasi terhadap driver Go-Jek yang merupakan sumber ketidakpastian, untuk
direkrut menjadi driver Go-Jek dengan diberikan pemahaman dan pandangan
bahwa ketika para sopir ojek pangkalan bergabung dengan Go-Jek akan dapat
memberikan nilai tambah terhadap mereka. Pemberian pemahaman dan pandangan
tersebut dapat dilakukan melalui iklan dan hubungan masyarakat, seperti
sosialisasi mengenai manfaat-manfaat apa saja yang akan didapatkan setelah
mereka bergabung menjadi mitra driver Go-Jek, termasuk sistem imbalan
dan reward diberikan. Sebagaimana yang telah dijalankan oleh PT Go-Jek
yang menerapkan upah kepada para pegawai driver-nya melalui prinsip bagi
hasil, yang mana bahwa setiap penghasilan yang didapatkan oleh driver
Go-Jek langsung dikreditkan masing-masing ke rekening driver masing-masing.
Bank yang digunaan adalah CIMB Niaga, dan driver dapat mengambil kapan saja.
Untuk pemasukan, manajemen menggunakan bagi hasil yakni 80% untuk driver
dan 20% untuk manajemen Go-Jek. Untuk biaya bensin ditanggungkan kepada driver
Go-Jek. Selain itu, Perusahaan Go-Jek juga perlu untuk memberitahukan kepada
para calon driver-nya bahwa Perusahaan akan memberikan reward
kepada para driver yang sering membawa pelanggan. Jika dalam satu hari driver
mampu membawa pelanggan 10 kali jauh dekat akan mendapatkan tambahan bonus Rp
100.000,00.[xiii]
Tujuan dari reward ini sebagai bentuk insentif yang diberikan oleh
Perusahaan kepada para driver atau pegawai Perusahaan Go-Jek untuk
memacu semangat kerja dan sekaligus menarik perhatian para ojek pangkalan yang
merupakan sumber ketidakpastian untuk bergabung dengan Go-Jek dengan jaminan
bahwa ketika mereka bergabung dengan Go-Jek akan memberikan nilai tambah dan
manfaat-manfaat sebagaimana telah disebutkan. Sehingga para sopir ojek
konvensional (pangkalan) mendapatkan gambaran bahwa setelah mereka bergabung
dengan Go-Jek dapat memperbaiki nasib mereka, khususnya dalam segi pendapatan
yang akan diperolehnya dibandingkan ketika sebelum bergabung dengan Go-Jek.
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk lingkungan
agar tidak berbahaya dan bisa menguntungkan bagi organisai Go-Jek, dapat
meliputi mengembangkan bidang kegiatan usaha bisnis yang dilakukan Go-Jek
(diversifikasi usaha bisnis), sebagaimana telah diupayakan oleh PT Go-Jek yang
telah mengembangkan bisnisnya tidak hanya pada pemberian pelayanan jasa
transportasi untuk antar-jembut penumpang (Go-Ride), tetapi telah
mengembangkan usahanya, meliputi Go-Send (jasa kurir), Go-Food
(pemesanan makanan), Go-Mart (layanan belanja), Go-Busway
(pemesanan Go-Jek setelah turun dari busway, di mana driver Go-Jek dapat
mengenali pengemudi yang mengemudikan busway yang sedang ditumpangi oleh
pelanggan), Go-Tix, Go-Box (jasa antar barang dengan menggunakan mobil pick
up hingga truk dengan boks besar), Go-Clean (pemesanan jasa untuk
membersihkan rumah, asrama, atau apartemen), Go-Glam (pemesanan jasa
salon), dan Go-Massage (pemesanan jas pijat memijat). Layanan Go-Busway
juga merupakan bentuk joint venture (usaha patungan) antara Go-Jek dan
PT Transjakarta.[xiv]
Langkah ini merupakan salah satu strategi Go-Jek untuk dapat menjamin
terserapnya output (layanan Go-Jek) oleh konsumen. Serta berbagai bentuk
diversifikasi bidang usaha bisnis Go-Jek juga dapat digunakan sebagai usaha
untuk mengurangi ketidakpastian yang harus dihadapi terkait dengan kebijakan Pemerintah
terkait akan diberlakukannya kembali pelarangan
beroperasinya Go-Jek sebagai sarana transportasi publik antar jemput penumpang
yang dinilai tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014
tentang Angkutan Jalan.
Terkait dengan
permasalahan yang muncul, seperti keluhan pelanggan terhadap jaringan aplikasi
Go-Jek secara online yang sering mengalami gangguan sistem, perlu adanya
Chief Technology yang terus memperbaharui sistem dan teknologi informasi
jaringan Go-Jek agar aplikasi Go-Jek tetap dapat digunakan dengan baik dan
Perusahaan dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan secara memuaskan.
Sedangkan, terkait
dengan masalah lingkungan internal organisasi Go-Jek, yang menjadi sumber
ketidakpastian dan berdampak terhadap timbulnya masalah-masalah di dalam
organisasi, dapat diredam dengan memperkuat budaya organisasi kepada seluruh
unsur di dalam organ organisasi Go-Jek. Budaya organisasi di Perusahaan Go-Jek,
seperti sistem imbalan dan reward terhadap para pegawai seperti driver
Go-Jek; sistem kontrol atau pengawasan termasuk peraturan-peraturan yang
digunakan untuk mengendalikan para pegawai, khususnya driver Go-Jek;
arah tujuan dan harapan mengenai prestasi organisasi Go-Jek mengenai pelayanan
yang memuaskan pelanggan; tingkat toleransi terhadap konflik, seperti sistem punishment
yang diberikan kepada para driver Go-Jek terhadap tindakan-tindakan yang
tidak sesuai dengan SOP; serta inisiatif individual di dalam organisasi Go-Jek
mengenai tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki driver
Go-Jek terkait dengan nilai responsiveness di dalam organisasi Go-Jek,
sebagaimana hal-hal tersebut telah dipaparkan sebelumnya, harus dikenalkan dan
ditanamkan kepada seluruh elemen di dalam unsur organisasi, baik di tingkatan
manajemen, maupun pada tingkatan driver Go-Jek agar budaya organisasi
Go-Jek tetap hidup. Sehingga berbagai bentuk kemungkinan penyimpangan di dalam
lingkungan internal organisasi yang merupakan sumber ketidakpastian dapat
ditekan. Adapaun hal-hal penting dalam mempertahankan budaya organisasi
tersebut adalah melalui praktik seleksi organisasi (dengan memberi informasi
kepada para calon pegawai, khususnya driver Go-Jek mengenai budaya
organisasi di Perusahaan Go-Jek); tindakan manajemen puncak (dengan menetapkan
norma-norma, seperti SOP driver Go-Jek, sistem imbalan yang akan
diperoleh, pengambilan risiko, pengawasan); dan metode sosialisasi (dengan
berusaha membantu para driver Go-Jek yang baru untuk dapat menyesuaikan
diri dengan budaya organisasi Perusahaan Go-Jek).
Berdasarkan
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan organisasi Go-Jek sebagai
sebuah sistem terbuka terhadap lingkungannya akan selalu mengalami
ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian lingkungan merupakan hal yang dapat
dikendalikan dengan mengenali lingkungan organisasinya, baik lingkungan
internal maupun eksternal organisasi tersebut. Struktur organisasi dan budaya
organisasi Go-Jek dapat dijadikan sebagai ukuran mengenai bagaimana mekanisme pengelolaan
organisasi Go-Jek itu sendiri, termasuk dalam hal mengelola ketidakpastian
lingkungan. Selain itu, Perusahaan Go-Jek sebagai sebuah kegiatan usaha bisnis dengan
pelayanan berbasis informasi yang terintegrasi secara digital, mengharuskan
Perusahaan Go-Jek untuk memperhatikan segmen lingkungan terkait dengan
teknologi karena perkembangan teknologi tersebut akan menentukan pengelolaan
organisasi di Perusahaan Go-Jek ke depannya untuk dapat tetap hidup di tengah
persaingan usaha sejenisnya yang berbasiskan digital.
[i] Aditya Panji, “CEO Gojek:
GrabBike Hanya Bisa Meniru”. (Online) http://m.cnnindonesia.com/teknologi/20150630160449-185-63357/ceo-gojek-grabbike-hanya-bisa-meniru/ , (dipublikasikan oleh CNN Indonesia pada Selasa, 30 Juni 2015,
pukul 16.04 WIB), diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 04.32 WIB.
[ii] Hani Nur Fajrina, “Gojek
Capai Prestasi 1 Juta Order”. (Online) http://m.cnnindonesia.com/teknologi/20150706132200-185-64621/gojek-capai-prestasi-1-juta-order/ , (dipublikasikan oleh CNN Indonesia pada Senin, 06 Juli 2015,
pukul 13.59 WIB), diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 05.26 WIB.
[iii] Siti Sarifah Alia, “CEO Gojek Terima Kasih ke Jokowi Lewat
Twitter” (Online) http://m.news.viva.co.id/news/read/712896-ceo-gojek-terima-kasih-ke-jokowi-lewat-twitter, (dipublikasikan oleh Viva.co.id pada Jumat,
18 Desember 2015, pukul 12.31 WIB), diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul
07.30 WIB.
[iv] Aditya Panji, “Nadiem Ungkap Alasan Turunkan
Tarif Sopir Gojek”, (Online) http://m.cnnindonesia.com/teknologi/20151112160602-185-91272/nadiem-ungkap-alasan-turunkan-tarif-sopir-gojek/ , (dipublikasikan oleh CNN Indonesia pada
Kamis, 12 November 2015 pukul 16:19 WIB), diakses pada tanggal 2 April 2016,
pukul 07.32 WIB.
[v] Redaksi, “Tiga Kali Kartu Kuning, Pengendara Go-Jek Akan
Dikeluarkan”, (Online) http://www.newsjs.com/url.php?p=http://megapolitan.kompas.com/read/2015/08/15/09573111/Tiga.Kali.Kartu.Kuning.Pengendara.Go-Jek.Akan.Dikeluarkan , (Kompas.com, Sabtu, 15 Agustus 2015, 09.57 WIB), diakses tanggal
2 April 2016, pukul 08.45 WIB).
[vi] Jessi Carina, “Go-Jek Pecat Driver Mesum”, (Online) http://m.tribunnews.com/metropolitan/2016/02/14/go-jek-pecat-driver-mesum?page=3 , (Tribunnews.com, Jakarta, Minggu, 14 Februari 2016, 15.07 WIB),
diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 08.54 WIB.
[vii] Corry Anestia, “Susah Order, Twitter Go-Jek Banjir Keluhan”,
(online) http://m.liputan6.com/tekno/read/2349350/susah-order-twitter-go-jek-banjir-keluhan , (Liputan6.com, Jakarta, 26 Oktober 2015, 12.15 WIB), diakses pada
tanggal 2 April 2016, pukul 09.00 WIB.
[viii] Yudha Manggala P. P., “Kemenhub Resmi Larang Gojek dan Sejenisnya
Beroperasi”, (online) http://m.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/18/nziml1284-kemenhub-resmi-larang-gojek-dan-sejenisnya-beroperasi , (Republika.co.id, Jakarta, Jumat, 18 Desember 2015, 01.43 WIB)
diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 09.03 WIB.
[ix] Novy Lumanauw, “Ditentang Presiden, Menhub cabut Larangan Operasi
Go-Jek”, (online) http://m.beritasatu.com/ekonomi/333292-ditentang-presiden-menhub-cabut-larangan-operasi-gojek.html , (Berita Satu, Jakarta, Jumat, 18 Desember 2015, 15.06) diakses
pada tanggal 2 April 2016, 09.15 WIB.
[x] Ridian Eka S., “Inilah Kawasan Anti-Gojek yang Wajib Diketahui
Driver Gojek”, (online) http://m.tempo.co/read/news/2015/08/16/083692356/inilah-kawasan-anti-gojek-yang-wajib-diketahui-driver-gojek , (Tempo.co, Jakarta, Minggu, 16 Agustus 2015, 11.55 WIB), diakses
pada tanggal 2 April 2016, pukul 09.20 WIB.
[xi] Alsadad Rudi, “Go-Jek di Kampus UI dihadang Tukang Ojek”, http://www.tribunnews.com/metropolitan/2015/06/26/go-jek-di-kampus-ui-dihadang-tukang-ojek, (Tribunnews.com, Depok, Jumat, 26 Juni 2015,
17.56 WIB), diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 09.35 WIB.
[xii] Redaksi, “Tarif Baru Gojek per 29 Desember 2015”, (online) http://m.elshinta.com/news/40102/2015/12/29/tarif-baru-gojek-per-29-desember-2015 , (Elshinta.com, Selasa, 29 Desember 2015, pukul 11.09 WIB),
diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 10.15 WIB.
[xiii] Ciputri Hutabarat, “Begini Hitung-hitungan Pendapatan Driver
Gojek”, (online) http://m.metrotvnews.com/read/2015/06/30/141851/begini-hitung-hitungan-pendapatan-driver-gojek , (Metrotvnews.com, Jakarta, 30 Juni 2015, pukul 05.51 WIB),
diakses pada tanggal 2 April 2016, pukul 10.39 WIB.
[xiv] Lalu Rahardian, “Transjakarta Gandeng Gojek Bikin Aplikasi Go
Busway”, (online) http://m.cnnindonesia.com/teknologi/20150622051153-185-61435/transjakarta-gandeng-gojek-bikin-aplikasi-go-busway/ (CNN Indonesia, Senin, 22 Juni 2015, pukul 07.59 WIB), diakses
pada tanggal 2 April 2016, pukul 11.01 WIB.
Referensi:
Robbins,
Stephen P. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi
(Jusuf Udaya, penerjemah, edisi ke-3). Jakarta: Penerbit Arcan.
Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185
Comments
Post a Comment
Your comments help me improving my papers; therefore, I'm going to be glad receiving your advice. Thanks for visiting my blog.