Skip to main content

Kasus Pajak Internasional: Diskusi 20 September 2017



MAKALAH KELOMPOK 5
SEMINAR PERPAJAKAN

Materi           : Pajak Internasional
Tanggal        : 20 September 2017
Dosen            : Dr. Ning Rahayu, M.Si.

Anggota Kelompok:
Aprilia Praditasari                             1406540742
Kania Susan Pramesti                       1406572574
Lisdayanti                                         1406540805
Novanti Nayasaputri                        1406568702
Nurul Salsabila                                 1406540686
Shinta Ria Magdalena                       1406619445
Vidina Diniarti Hanifa                      1406619533



FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM ILMU ADMINISTRASI FISKAL REGULER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
SEPTEMBER 2017

1           BAB 1

GAMBARAN KASUS
Milenium International (MI) merupakan branch (cabang perusahaan) dari Millenium Global Corporation Amerika yang bergerak dalam bidang jasa teknik.
Dalam tahun 2016 MI mengikat kontrak pemberian jasa teknik dengan PT Caraka dengan fee sebesar Rp 5 Milyar. Selain itu, kantor pusatnya yakni Millenium Global Corporation Amerika juga memberikan jasa teknik langsung kepada PT Gerhana Jakarta dengan mendapat fee sebesar Rp 2 Milyar, kepada Malay Sdn, Bhd. Malaysia dengan mendapat fee sebesar Rp 2,5 Milyar (sudah dikonversi ke Rp) dan kepada XYZ CORP Singapura dengan fee sebesar Rp 1,5 Milyar.
Pada tahun yang sama, MI melakukan transaksi-transaksi dengan Millenium Global Corp - Amerika sebagai berikut:
  1. Membayar bunga pinjaman sebesar Rp 60 juta (pinjaman sebesar Rp 600 juta dengan bunga per tahun = 10%).
  2. Menerima penghasilan berupa uang sewa Rp 50 juta, karena kantor pusat memakai peralatan penelitian milik MI
  3. Membayar royalti atas pemakaian informasi mengenai pembangunan gedung kaca sebesar Rp 150 juta
Diketahui MI juga memperoleh beberapa penghasilan lain di tahun 2016, yakni:
  1. Bunga deposito dari XX Bank, AS sebesar Rp 200 juta
  2. Bunga obligasi Black Corp - Amerika sebesar Rp 150 juta
Selama tahun 2016, MI mengeluarkan biaya-biaya sebagai berikut:
     Gaji/THR Rp 1,2 Milyar
     Perumahan untuk karyawan asing (kontrak rumah dibuat antara SI dengan pemilik rumah) Rp 560 juta
     Alokasi biaya litbang kantor pusat Rp 1,4 milyar (% alokasi sudah sesuai dengan perbandingan antara omzet branch dengan omzet kantor pusat)
     Biaya untuk rumah sakit X untuk pengobatan karyawan Rp 220 juta
     Biaya reimburse transport karyawan  Rp 150 juta
     PPh Pasal 21 karyawan yang dihitung dengan metode gross up Rp 300 juta
     Biaya sponsorship seminar, dalam seminar kit, tidak dicantumkan logo perusahaan Rp 50 juta
     Biaya entertainment untuk rapat direksi dan para karyawan asing (ada daftar nominative yang lengkap) Rp 150 juta
     Biaya pengurusan work permit, kitas karyawan asing Rp 80 juta
     Biaya membership golf karyawan asing Rp 150 juta
     Biaya sewa rumah untuk beberapa manager lokal untuk masa 3 tahun yang dibayar sekaligus di muka (uang sewa dibayarkan langsung kepada masing-masing manager) Rp 600 juta
     Biaya seminar karyawan di luar negeri Rp 125 juta

2           BAB 2

PERMASALAHAN KASUS

1.      Jelaskan penghasilan dan biaya MI tahun pajak 2016
2.      Jelaskan dan hitung kewajiban pajak MI tahun pajak 2016
3.      Jelaskan dan hitung juga kewajiban potong pungut yang harus dilaksanakan oleh MI dalam tahun pajak 2016
4.      Diskusikan juga hal di atas apabila MI merupakan anak perusahaan (subsidiary) dari Millenium Global Corporation yang merupakan induk perusahaannya yang berkedudukan di Amerika Serikat

3           BAB 3

PERATURAN TERKAIT DENGAN KASUS

Permasalahan kasus yang dituliskan dalam Bab 2 akan dibahas dalam Bab 4 disertakan dengan peraturan-peraturan yang terkait pada setiap permasalahan. Oleh karena itu, dalam Bab 3 ini akan dituliskan peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan kasus yang dituliskan dalam Bab sebelumnya.
Peraturan-peraturan terkait pada bagian ini terbagi menjadi dua, yaitu saat MI dianggap sebagai branch atau cabang dan saat MI dianggap sebagai subsidiary atau anak perusahaan dari Millenium Global Corporation Amerika.

3.1         Perlakuan MI Sebagai Branch Atau Cabang Dari Millenium Global Corporation Amerika

3.1.1        Peraturan Terkait atas Transaksi MI Mengikat Kontrak Pemberian Jasa Teknik dengan PT Caraka dan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika Dengan Beberapa Negara

   Tax Treaty Indonesia-Amerika article 8 par. 2 tentang Business Profits
   Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2 ayat (1a)
   Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat (2a)
   Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 23 ayat (1) huruf c
   Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a
   Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)
   Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7)
   Peraturan Menteri Keuangan No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1)

3.1.2        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI Dengan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika

       Tax Treaty Indonesia-Amerika article 8 par. 3 tentang Business Profits

3.1.3        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI dengan XX Bank, AS

       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  pasal 24 ayat (3) poin e

3.1.4        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI dengan Black Corp – Amerika

       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  pasal 24 ayat (3) poin e

3.1.5        Peraturan Terkait Atas Biaya yang Dikeluarkan MI di Tahun 2016

       Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan pasal 5 ayat (3) huruf a
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) huruf a poin 2
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat (1) huruf g
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e
       Peraturan Menteri Keuangan No. 02/PMK. 03/ 2010 Tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 6 ayat (1)
       Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP 62/PJ/1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Administrasi Kantor Pusat yang Diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai Biaya Suatu Bentuk Usaha Tetap pasal 2
       Surat Edaran Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya "Entertainment" dan Sejenisnya angka 2 dan 3

3.1.6        Peraturan Terkait Atas Kewajiban Potong-Pungut yang Dilakukan MI

       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 21 ayat (1)
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 (2) huruf d
       Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996  tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan pasal 2 ayat (1) dan 3
       PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (6)
       PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (1)
       PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1)
       Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi pasal 23 ayat (1)

3.1.7        Peraturan Terkait Pada Perhitungan Kewajiban PPh Badan BUT MI

       Tax Treaty Indonesia-Amerika article 11 par. 4 tentang Dividends
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
       UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan pasal 28 ayat (1) huruf c
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 29
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 26 ayat (4)
       PMK No. 14/PMK.03/2011 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap pasal 1 ayat (2)
       PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 9 ayat (2)

3.2         Perlakuan MI Sebagai Subsidiary Atau Anak Perusahaan Dari Millenium Global Corporation Amerika

3.2.1        Peraturan Terkait atas Transaksi MI Mengikat Kontrak Pemberian Jasa Teknik dengan PT Caraka dan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika Dengan Beberapa Negara

       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 23 ayat (1) huruf c
       UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a
       UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)
       PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7)
       PMK No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1)

3.2.2        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI Dengan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika

       Tax Treaty Indonesia-Amerika article 12 par. 2 tentang Interest;
       Tax Treaty Indonesia-Amerika article 13 par. 2 dan 3 tentang Royalties;
       Tax Treaty Indonesia-Amerika article 13 par. 3(b) tentang Royalties;
       UU No. 28 Tahun  2007 tentang Ketentuan Umum Perpajkan pasal 3 ayat (3) huruf a;
       UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1);
       UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6;
       UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9;
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1);
       PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7);
       PMK No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1);
       KMK No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri pasal 2 ayat (3);
       PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda pasal 3;
       PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Pasal 9 ayat (1).

3.2.3        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI dengan XX Bank, AS

       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1)

3.2.4        Peraturan Terkait Atas Transaksi MI dengan Black Corp – Amerika

       Tax Treaty Indonesia-Amerika Art. 12 Par. 2 tentang Interest
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f
       Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1)

3.2.5        Peraturan Terkait Atas Biaya yang Dikeluarkan MI di Tahun 2016

·         Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) huruf a poin 2
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat (1) huruf g
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 02/PMK. 03/ 2010 Tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 6 ayat (1)
  • Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP 62/PJ/1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Administrasi Kantor Pusat yang Diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai Biaya Suatu Bentuk Usaha Tetap pasal 2
  • Surat Edaran Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya "Entertainment" dan Sejenisnya angka 2 dan 3

3.2.6        Peraturan Terkait Atas Kewajiban Potong-Pungut yang Dilakukan MI

  • UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 21 ayat (1)
  • UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 (2) huruf d
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996  tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan pasal 2 ayat (1) dan 3
  • PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (6)
  • PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (1)
  • PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1)
·         Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi pasal 23 ayat (1)

3.2.7        Peraturan Terkait Pada Perhitungan Kewajiban PPh Badan MI

       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 31E ayat (1)
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1) dan (2)
       UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan pasal 28 ayat (1) huruf c dan d
       UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 29
       PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 9 ayat (2)
       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri pasal 2 ayat (3) dan (4)

3.3               

4           BAB 4

PEMBAHASAN

4.1         Perlakuan MI Sebagai Branch Atau Cabang Dari Millenium Global Corporation Amerika

4.1.1        Transaksi MI Mengikat Kontrak Pemberian Jasa Teknik dengan PT Caraka dan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika Dengan Beberapa Negara

Pada tahun 2016, Millenium Internasional mengikat kontrak pemberian jasa teknik dengan PT. Caraka dengan fee sebesar Rp 5 Milyar. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 23 ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik. Oleh karena itu, atas penghasilan yang diterima/diperoleh BUT Millenium Internasional sebesar Rp 5 Milyar dari jasa teknik wajib dipotong PPh pasal 23 sebesar 2% atau sejumlah Rp 100juta oleh pemberi penghasilan, yaitu PT Caraka.
Pajak Penghasilan Pasal 23 yang telah dipotong oleh PT Caraka wajib disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini diatur dalam UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)  j.o. PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7).
Selanjutnya, PT Caraka wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Masa sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a j.o. PMK No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1), dimana PPh pasal 23 yang telah disetorkan wajib untuk dilaporkan dalam SPT Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Selain itu, pada tahun 2016 kantor pusat Millenium Internasional yaitu Millenium Global Corporation yang berada di Amerika Serikat memberikan jasa teknik langsung kepada PT. Gerhana yang berada Jakarta dengan mendapat fee sebesar Rp 2 Milyar. Atas transaksi tersebut, berdasarkan artikel 8 paragraf 2 Tax Treaty Indonesia-Amerika tentang Business Profits
“Where a resident of one of the Contracting States carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment  situated therein, there shall in each Contracting State be attributed to the permanent establishment the business profits which would be  attributable to such permanent establishment if such permanent establishment were an independent entity engaged in the same or  similar activities under the same  or similar conditions and dealing wholly independently with the resident of which it is a permanent  establishment.”
Apabila residen Amerika menjalankan usaha di Indonesia melalui suatu Bentuk Usaha Tetap (selanjutnya disebut dengan BUT), maka yang akan diperhitungkan sebagai  laba  usaha BUT tersebut oleh masing-masing Negara Pihak  pada  perjanjian adalah laba usaha yang akan diperolehnya bila BUT tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri yang melakukan  kegiatan­-kegiatan  yang  sama  atau  serupa  dalam  keadaan  yang  sama  atau  serupa  dan  mengadakan  hubungan  yang sepenuhnya bebas dengan residen yang memiliki BUT tersebut. Maka, atas penghasilan yang diterima Millenium Global Corporation sebagai pemilik BUT, diakui sebagai penghasilan BUT Millenium Internasional yang disebabkan oleh pemberian jasa teknik kepada PT Gerhana - Jakarta dimana kegiatan usahanya sama dengan BUT Millenium Internasional. PT Gerhana sebagai pemberi penghasilan, wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 2% atau sebesar Rp 40juta dari penghasilan yang diakui oleh BUT Millenium Internasional sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 23 ayat (1) huruf c.
PT Gerhana wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini diatur dalam UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)  j.o. PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7).
Setelah menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 23, PT Gerhana wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Masa sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a j.o. PMK No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1), dimana Surat Pemberitahuan Pajak Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Penghasilan yang diperoleh BUT Millenium Internasional akan dikenakan Pajak Penghasilan Badan sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 2 ayat (1a),  BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan, sehingga sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat (2a), atas seluruh penghasilan BUT Millenium Internasional dikenakan PPh Badan sebesar 25%. Kemudian, atas penghasilan yang telah dipotong oleh PT Gerhana dan PT Caraka, BUT MI dapat menjadikannya sebagai kredit pajak

4.1.2        Transaksi Milenium Internasional Dengan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika

            Pada tahun 2016, Milenium Internasional melakukan transaksi dengan Millenium Global Corp-Amerika yaitu membayar bungan pinjaman sebesar Rp. 60.000.000 (pinjaman sebesar Rp. 600.000.000 dengan bunga per tahun 10%), membayar royalti atas pemakaiaan informasi mengenai pembangunan gedung kaca sebesar Rp. 150.000.000, dan juga Milenium Internasional menerima penghasilan berupa uang sewa Rp. 50.000.000 atas pemakaiaan peralatan penelitian.

            Berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika, Artikel 8, Paragraf 3 maka atas pembayaran bunga dan juga royalti yang dilakukan oleh Milenium Internasional kepada Millenium Global Corp-Amerika tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan oleh Millenium Internasional yang merupakan BUT dari Millenium Global Corp-Amerika. Hal ini dikarenakan pada Tax Treaty Indonesia-Amerika, Artikel 8, Paragraf 3 dijelaskan bahwa biaya-biaya yang dibayarkan oleh BUT kepada kantor pusatnya dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada BUT tersebut.
            Selain itu atas penghasilan berupa uang sewa atas penggunaan peralatan penelitian yang diterima oleh Milenium Internasional sebagai BUT dari Millenium Global Corp-Amerika sebesar Rp. 50.000.000 tidak  perlu diperhitungkan dalam penentuan laba BUT Milenium Internasional. Hal ini berdasarkan dengan Tax Treaty Indonesia-Amerika, Artikel 8, Paragraf 3  bahwa jumlah yang ditagihkan oleh BUT kepada kantor pusatnya atau kantor-­kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak­-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-­jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada kantor pusatnya atau kantor-­kantor lain milik kantor pusatnya.
            Apabila merujuk pada Tax Treaty Indonesia-Amerika artikel 8, Paragraf 3 maka atas setiap pembayaran yang dilakukan oleh BUT Milenium Internasional kepada kantor pusatnya yaitu Millenium Global Corp-Amerika tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan oleh BUT Milenium Internasional. Selain itu maka atas setiap penghasilan yang diterima oleh BUT Milenium Internasional dari Millenium Global Corp-Amerika juga tidak diperhitungkan dalam penentuan laba BUT Milenium Internasional. Adapun bunyi dari Tax Treaty Indonesia-Amerika artikel 8, Paragraf 3 adalah sebagai berikut
            In the determination of the business profits of a permanent establishment, there shall be allowed as deductions expenses which are reasonably connected with such profits, including executive and general administrative expenses, whether incurred in the Contracting State in which the permanent establishment is situated or elsewhere. However, no such deduction shall be allowed in respect of amounts, if any, paid (otherwise than towards reimbursement of actual expenses) by the permanent establishment to the head office of the enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees or other similar payments in return for the use of patents or other rights, or by way of commission for specific services performed or for management, or by way of interest on moneys lent to the permanent establishment. Likewise, no account shall be taken, in the determination of the profits of a permanent establishment, for amounts charged (otherwise than towards reimbursement of actual expenses), by the permanent establishment to the head office of the enterprise or any of its other offices, by way of royalties, fees or other similar payments in return for the use of patents or other rights or by way of commission for specific services performed or for management or by way of interest on moneys lent to the head office of the enterprise or any of its other offices.”

4.1.3        Penghasilan Lain Bagi Branch - Transaksi MI dengan Black Corp dan XX Bank – Amerika Serikat

Branch MI diketahui mendapatkan penghasilan lain-lain pada tahun 2016 berupa   bunga deposito dari XX Bank , AS sebesar Rp 200 juta bunga obligasi dari Black corp- Amerika sebesar Rp 150 juta. Dapat diketahui bahwa kedua penghasilan tersebut berasal dari luar negeri . Berdasarkan hukum domestik Indonesia , Pasal 24 ayat (3) poin e UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  menyebutkan bahwa sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut : penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. Karena itu, nampak bahwa cakupan geografis penghasilan kena pajak BUT di Indonesia tidak meliputi penghasilan bukan usaha yang dijalankan atau kegaiatan yang dilakukan di luar indonesia. Hal ini berbeda dengan ketentuan objek pajak bagi Subjek Pajak Dalam Negeri dalam Pasal 4 ayat 1 UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan , yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak , baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Berdasarkan ketentuan domestik tersebut, hanya apabila MI adalah subsidiary (anak perusahaan yang statusnya adalah Wajib Pajak Dalam Negeri ) maka penghitungan penghasilan kena pajak dihitung atas penghasilan yang berasal di luar negeri dan Indonesia (worldwide income), nanti tergantung pada ketentuan dalam tax treaty negara yang bersangkutan apakah Indonesia mempunyai hak pemajakan atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, maka penghasilan yang berupa bunga deposito dan bunga obligasi yang berasal dari Amerika Serikat tidak dihitung dalam perhitungan penghasilan BUT karena yang dihitung dalam perhitungan hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

4.1.4        Biaya yang Dikeluarkan MI di Tahun 2016

Pada tahun 2016, MI sebagai cabang Millenium Global Corporation Amerika, mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan dengan proses pemberian jasanya. Biaya yang dikeluarkan MI diantaranya pemberian gaji/THR kepada para karyawan, biaya untuk perumahan bagi karyawan asing, alokasi biaya penelitian dan pengembangan (litbang) dari kantor pusat, biaya rumah sakit X untuk pengobatan para karyawan, biaya reimburse transportasi karyawan, PPh pasal 21 karyawan, biaya sponsorship, biaya entertainment, biaya pengurusan work permit dan KITAS bagi karyawan asing, biaya membership golf, biaya sewa rumah beberapa manager serta biaya seminar karyawan di luar negeri. Namun biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya yang bersifat komersial, dimana biaya-biaya tersebut belum tentu diperlakukan sama menurut aturan perpajakan.
Dari semua jenis biaya yang dikeluarkan MI, hanya beberapa yang dapat dijadikan pengurang menurut aturan perpajakan dalam menghitung pajak terutang MI. Agar lebih mudah, berikut penjelasan lebih lanjut dari masing-masing biaya
  1. Biaya gaji/THR karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, gaji/THR yang diberikan kepada karyawan sebesar Rp 1,2 Milyar merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menurut aturan perpajakan.
  2. Perumahan untuk karyawan asing. Perumahan untuk karyawan asing dalam kasus ini dilakukan melalui kontrak sewa yang dibuat antara MI dengan pemilik rumah. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi BUT, yang tidak boleh dikurangkan yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Pemberian rumah merupakan salah satu bentuk natura dan kenikmatan yang diterima oleh karyawan asing, sehingga dalam kasus ini, biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran rumah sebesar Rp 560 juta tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto MI.
  3. Alokasi biaya litbang kantor pusat. Menurut UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan pasal 5 ayat (3) huruf a j.o Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP 62/PJ/1995 tentang Jenis dan Besarnya Biaya Administrasi Kantor Pusat yang Diperbolehkan Untuk Dibebankan Sebagai Biaya Suatu Bentuk Usaha Tetap pasal 2, dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia. Dalam kasus ini, diketahui bahwa % alokasi sudah sesuai dengan perbandingan antara omzet branch dengan omzet Kantor Pusat. Sehingga, atas biaya alokasi litbang sebesar Rp 1,4 Milyar dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  4. Biaya untuk rumah sakit X untuk pengobatan karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi BUT, yang tidak boleh dikurangkan yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Dalam kasus ini, biaya yang dikeluarkan MI ke rumah sakit X untuk pengobatan karyawan merupakan bentuk natura dan kenikmatan yang diterima karyawan, sehingga atas biaya sebesar Rp 220 juta tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  5. Biaya reimburse transport karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Reimburse transport karyawan merupakan bentuk tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, sehingga atas biaya sebesar Rp 150 juta yang dikeluarkan oleh MI untuk reimburse transport, merupakan biaya pengurang penghasilan bruto MI.
  6. PPh pasal 21 karyawan. MI menggunakan mekanisme gross up dalam menghitung PPh pasal 21 karyawannya. Penggunaan metode ini menyebabkan diterimanya tunjangan pajak (dalam bentuk uang) bagi karyawan MI yang dihitung dalam perhitungan PPh pasal 21 karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, biaya sebesar Rp 300 juta yang merupakan PPh pasal 21 karyawan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  7. Biaya sponsorship seminar. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 50 juta sebagai biaya sponsorship yang merupakan bentuk dari promosi perusahaan. Sponsor diberikan oleh MI dalam bentuk seminar kit. Namun, diketahui bahwa seminar kit tersebut tidak diberikan logo perusahaan serta tidak memiliki daftar nominatif. Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 6 ayat (1), Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi. Daftar nominatif yang dimaksudpun harus dilengkapi dengan dokumen/bukti pendukung agar dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Dari keterangan di atas, maka biaya yang dikeluarkan MI untuk sponsorship seminar dalam seminar kit sebesar Rp 50 juta tidak dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto MI. Meskipun misalnya MI membuat daftar nominatif lengkap dengan bukti pendukung, nature dari promosi perusahaan tidak tercapai yang disebabkan oleh tidak dicantumkannya logo perusahaan pada seminar kit sehingga biaya yang dikeluarkan tersebut tetap tidak dapat dikurangkan menurut aturan perpajakan.
  8. Biaya entertainment untuk rapat direksi dan para karyawan asing. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 150 juta untuk melangsungkan rapat direksi dan para karyawan asing yang telah dilengkapi oleh daftar nominatif. Nature dari biaya entertainment atau jamuan adalah diberikan kepada relasi perusahaan guna menarik relasi tersebut untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan sehingga penghasilan perusahaan bisa meningkat. Perlu diketahui juga menurut Surat Edaran Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya "Entertainment" dan Sejenisnya angka 2 dan 3, biaya entertainment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dapat dibuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan serta dibuat daftar nominatifnya dan dilengkapi dengan bukti pendukung. Namun dalam kasus ini, biaya entertainment dikeluarkan untuk pihak internal perusahaan, bukan kepada relasi perusahaan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b, dijelaskan bahwa dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, atas biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan PPh Badan terutang. Sehingga, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa biaya entertainment sebesar Rp 150 juta tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI meskipun telah memiliki daftar nominatif.
  9. Biaya pengurusan work permit, KITAS karyawan asing. MI memiliki karyawan asing sehingga MI diwajibkan mengurus work permit dan KITAS karyawan asing mereka agar proses produksi (dalam hal ini pemberian jasa teknik) perusahaan dapat berjalan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1), diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Sehingga, atas biaya pengurusan work permit  dan KITAS sebesar Rp 80 juta dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  10. Biaya membership golf karyawan asing. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b, dijelaskan bahwa dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, atas biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan PPh Badan terutang. Dikarenakan biaya membership golf merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi karyawan perusahaan, maka biaya sebesar Rp 150 juta tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto MI.
  11. Biaya sewa rumah untuk beberapa manager lokal untuk masa 3 tahun. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 600 juta untuk membayar uang sewa rumah beberapa managernya. Uang tersebut dibayarkan langsung (dalam bentuk uang) kepada masing-masing manager. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, atas biaya sebesar Rp 600 juta yang dikeluarkan MI dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
  12. Biaya seminar karyawan di luar negeri. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 125 juta untuk membiayai karyawannya seminar di luar negeri. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat (1) huruf g, biaya seminar karyawan di luar negeri merupakan biaya pengurang, sebab seminar karyawan merupakan bentuk pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas SDM.
Selain itu, MI juga memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak. Kewajiban potong-pungut, dari keterangan di atas, timbul saat MI melakukan pembayaran gaji/THR kepada karyawan dan saat MI membayarkan biaya sewa perumahan bagi karyawan asing.
MI sebagai pihak yang memberikan penghasilan wajib memotong PPh pasal 21 yang diterima para karyawan. Hal ini sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 21 ayat (1) yang berbunyi:
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai…
 Penghasilan tersebut dipotong setiap bulan dan disetorkan ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berdasarkan PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (6). MI juga berkewajiban membuat SPT Masa atas penghasilan yang telah disetor paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir berdasarkan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1). Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi pasal 23 ayat (1), pemotong PPh 21 (dalam hal ini MI) harus memberikan bukti potong kepada pihak yang dipotong (karyawan MI).
Kewajiban potong-pungut MI lainnya timbul ketika MI membayarkan sewa perumahan untuk karyawan asing langsung kepada pemilik rumah. Penghasilan yang diterima pemilik rumah merupakan objek PPh yang bersifat final. Hal ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 (2) huruf d yang berbunyi:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
Tarif yang dikenakan atas penghasilan sewa bangunan adalah 10% dan MI, sebagai penyewa, ditunjuk sebagai pemotong PPh sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996  tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan pasal 2 ayat (1) dan 3 yang berbunyi:
Pasal 2 ayat (1)
Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa

Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final

Penghasilan yang telah dipotong oleh MI tersebut disetorkan ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berdasarkan PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (1). MI juga berkewajiban membuat SPT Masa atas penghasilan yang telah disetor paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir berdasarkan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1)

4.1.5        Perhitungan PPh Badan BUT MI

Penghasilan jasa teknik

 Rp    7.000.000.000

Biaya Fiskal


Gaji/THR
 Rp  1.200.000.000

Alokasi biaya Litbang
 Rp  1.400.000.000

Reimburse transport karyawan
 Rp     150.000.000

PPh Ps.21 karyawan (metode gross up)
 Rp     300.000.000

Sewa rumah untuk beberapa manager lokal
 Rp     600.000.000

Biaya workpermit dan KITAS
 Rp       80.000.000

Biaya seminar karyawan di luar negeri
 Rp     125.000.000

Total biaya Fiskal

 Rp    3.855.000.000
Penghasilan Kena Pajak

 Rp    3.145.000.000
PPh Badan terutang (25%)

 Rp       786.250.000



Kredit Pajak


Kredit Pajak dalam Negeri
 Rp     140.000.000

Total Kredit Pajak

 Rp       140.000.000
PPh pasal 29

 Rp       646.250.000



Penghasilan setelah pajak

 Rp    2.358.750.000
Branch Profit Tax (10%)

 Rp       235.875.000

Tarif PPh Badan terutang BUT MI adalah sebesar 25% yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang berbunyi
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan BUT adalah sebesar 28%. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.”
Di tahun 2016, BUT MI telah dilakukan pemotongan PPh pasal 23, yaitu atas pemberian jasa teknik kepada PT Caraka sebesar Rp 100 juta oleh PT Caraka dan attraction income dari kantor pusatnya yang melakukan pemberian jasa teknik kepada PT Gerhana sebesar Rp 40 juta, sehingga total pemotongan adalah sebesar Rp 140 juta. Atas pajak yang telah dipotong tersebut dapat dijadikan kredit pajak oleh BUT MI sebagai pengurang PPh badan terutang sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan pasal 28 ayat (1) huruf c yang berbunyi:
Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan berupa pemotongan pajak atas penghasilan dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
            Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Dalam kasus ini, maka BUT MI wajib menyetorkan kekurangan pembayaran pajak terutangnya sebesar Rp 646.250.000 ke kas negara sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Terkait dengan jatuh tempo pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, BUT MI wajib melaporkannya paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak sesuai dengan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 9 ayat (2).
            Dalam aturan perpajakan Indonesia terdapat istilah yang dikenal dengan Branch Profit Tax (BPT) yang berlaku bagi BUT. BPT merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan setelah dikurangkan dengan pajak penghasilan dengan tarif sebesar 20%. BPT memiliki dasar hukum domestik yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 26 ayat (4) yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.03/2011 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap. Dalam PMK No. 14 Tahun 2011 pasal 1 ayat (2) terdapat pengecualian bahwa dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan dimaksud dikecualikan dari pengenaan BPT. Dalam Tax Treaty Indonesia-Amerika article 11 par 4 tentang Dividends, telah diatur mengenai BPT dengan tarif yang tidak melebihi 10%. Dikarenakan Tax Treaty bersifat Lex Specialist Derogat Lex Generalis, maka tarif yang dikenakan untuk BPT adalah 10% dan bukan 20%, dalam hal BUT MI tidak menanamkan modalnya kembali di Indonesia. Sehingga BUT MI dikenakan BPT sebesar Rp 235.875.000.

4.2         Perlakuan MI Sebagai Subsidiary Atau Anak Perusahaan Dari Millenium Global Corporation Amerika

4.2.1        Transaksi MI Mengikat Kontrak Pemberian Jasa Teknik dengan PT Caraka dan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika Dengan Beberapa Negara

Pada tahun 2016, Millenium Internasional mengikat kontrak pemberian jasa teknik dengan PT. Caraka dengan fee sebesar Rp 5 Milyar. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 23 ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik. Oleh karena itu, atas penghasilan yang diterima/diperoleh BUT Millenium Internasional sebesar Rp 5 Milyar dari jasa teknik wajib dipotong PPh pasal 23 sebesar 2% atau sejumlah Rp 100juta oleh pemberi penghasilan, yaitu PT Caraka.
Pajak Penghasilan Pasal 23 yang telah dipotong oleh PT Caraka wajib disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini diatur dalam UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)  j.o. PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7).
Selanjutnya, PT Caraka wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Masa sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a j.o. PMK No. 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1), dimana PPh pasal 23 yang telah disetorkan wajib untuk dilaporkan dalam SPT Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Kemudian, atas penghasilan yang telah dipotong oleh PT. Caraka dapat dijadikan kredit pajak penghasilan bagi Millenium Internasional.
Selain itu, pada tahun 2016 kantor pusat Millenium Internasional yaitu Millenium Global Corporation yang berada di Amerika Serikat memberikan jasa teknik langsung kepada PT. Gerhana yang berada Jakarta dengan mendapat fee sebesar Rp 2 Milyar. Penghasilan atas jasa teknik tidak dapat diakui oleh Millenmium Internasional. Hal ini dikarenakan Milleniun Internasional diakui sebagai anak perusahaan atau subsidiary, yang menyebabkan Millenium Internasional dan Millenium Global Corporation merupakan entitas terpisah.

4.2.2        Transaksi MI Dengan Transaksi Millenium Global Corporation Amerika

            Pada tahun 2016, MI melakukan beberapa transaksi dengan Millenium Global Corp-Amerika, diantaranya adalah membayar bunga pinjaman, menerima penghasilan berupa uang sewa, serta membayar royalti atas pemakaian informasi mengenai pembangunan gedung kaca.
           
            Berdasarkan keterangan yang ada, MI membayar bunga pinjaman kepada Millenium Global Corp-Amerika sebesar Rp 60.000.000,00 (pinjaman sebesar Rp 600.000.000,00 dengan bunga per tahun = 10%). berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika article 12 par. 2 tentang Interest, bunga pinjaman yang dibayarkan MI kepada Millenium Global Corp wajib dipotong PPh dengan tarif tidak melebihi 10% atau tidak melebihi Rp 60.000.000,00. Bunyi dari isi Tax Treaty Indonesia-Amerika article 12 par. 2 tentang Interest adalah sebagai berikut:
     “The rate of tax imposed by one of the Contracting State on interest derived from sources within that Contracting State and beneficially owned by a resident of the other Contracting State shall not exceed 10 percent of the gross amount of such interest”.
            Kemudian, atas pembayaran royalti dari pemakaian informasi mengenai pembangunan gedung kaca, maka royalti yang dibayarkan oleh MI kepada Millenium Global Corp tersebut wajib dipotong PPh dengan tarif tidak melebihi 10% atau tidak melebihi Rp 15.000.000,00. Hal ini berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika article 13 par. 2 dan 3 tentang Royalties dengan isi sebagai berikut:
“2. The rate of tax imposed by a Contracting State on royalties derived from sources within that Contracting State and beneficially owned by a resident of the other Contracting State shall not exceed 10 percent of the gross amount of royalties described in paragraph 3.”
          “3. (a). The term "royalties" as used in this Article means payments of any kind made as consideration for the use of, or the right to use, copyrights of literary, artistic, or scientific works (including copyrights or motion pictures and films, tapes or other means of reproduction used for radio or television broadcasting), patents, designs, models, plans, secret processes or formula, trademarks, or for information concerning industrial, commercial or scientific experience. It also includes gains derived from the sale, exchange, or other dispositions of any such property or rights to the extent that the amounts realized on such sale, exchange or other disposition for consideration are contingent on the productivity, use, or disposition of such property or rights.”
Atas transaksi yang terjadi antara MI dengan Millenium Global Corp, Millenium Global Corp dapat memanfaatkan ketentuan dalam Tax Treaty berupa reduced rate. Berdasarkan PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda pasal 3, agar Millenium Global Corp dapat memanfaatkan ketentuan dalam Tax Treaty berupa reduced rate, maka Millenium Global Corp harus melampirkan SKD (Surat Keterangan Domisili) sebagai persyaratan administratif.
Kemudian, MI juga wajib untuk menyetor PPh 26 yang telah dipotong. Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 9 ayat (1)  j.o. PMK No. 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (7), PPh 26 yang telah dipotong oleh MI wajib disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Selanjutnya, MI juga wajib melaporkan PPh pasal 23 yang telah disetor dalam SPT Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Hal ini diatur berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 3 ayat (3) huruf a j.o. PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan pasal 10 ayat (1).  MI juga harus melampirkan SKD bersamaan dengan pelaporan SPT Masa sebagaimana diatur dalam PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Pasal 9 ayat (1).
Sesuai dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 atas pembayaran bunga dan royalti yang dilakukan oleh MI kepada Millenium Global Corp, maka biaya tersebut dapat dijadikan pengurang pada PPh Badan MI selama MI dapat menunjukkan bahwa kedua pembayaran tersebut berhubungan dengan 3M. Hal ini didukung dengan tidak terdapatnya bunga dan royalti dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 9 sebagai biaya yang tidak boleh dikurangkan.
Pada tahun 2016, MI juga menerima penghasilan berupa uang sewa sebesar Rp 50 juta, karena kantor pusat memakai peralatan penelitian milik MI. Penghasilan sewa tersebut apabila kita lihat dari Tax Treaty Indonesia-Amerika, termasuk ke dalam article 13 tentang Royalties. Berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika article 13 par. 3 (b) tentang Royalties, atas penghasilan sewa yang diterima oleh MI telah dipotong pajak dengan tarif tidak lebih dari 10% oleh Millenium Global Corp atau sebesar Rp 5.000.00 dengan asumsi MI telah melampirkan CoD sehingga MI telah menikmati reduced rate dalam Tax Treaty Indonesia-Amerika.
“The term “royalties” as used in this Article also includes payments by a resident of one of the Contracting States for the use of, or the right to use, industrial, commercial or scientific equipment, but not including ships, aircraft or containers the income from which is extempt from tax by the other Contracting State under Article 9 (Shipping and Air Transport).”
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1), pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama, sehingga pajak atas penghasilan sewa tersebut sebesar Rp 5.00.000.000, nantinya dapat dijadikan kredit pajak luar negeri oleh MI. Namun, berdasarkan KMK No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri pasal 2 ayat (3), jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu sehingga sebelum menentukan kredit pajak masih harus melalui perhitungan terlebih dahulu.

4.2.3        Transaksi MI dengan XX Bank, AS

Berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika, penghasilan berupa bunga deposito tidak diatur dalam Article 12 tentang Interest, hal ini dikarenakan pada Paragraph 6 dijelaskan bahwa:
The term "interest" as used in this Convention means income from bonds, debentures, Government securities, notes, or other evidences of indebtedness, whether or not secured by a mortgage or other securities and whether or not carrying a right to participate in profits, and debt-claims of every kind, as well as all other income which, under the taxation law of the Contracting State in which the income has its source, is assimilated to income from money lent.”
Oleh karena Tax Treaty Indonesia-Amerika tidak mengatur mengenai bunga deposito, maka hak pemajakan kembali mengacu kepada undang-undang domestik. Dalam kasus ini, penghasilan tersebut bersumber dari Amerika Serikat, oleh karena itu pemajakan atas penghasilan berupa bunga deposito merujuk kepada undang-undang domestik Amerika Serikat. Maka dari itu atas penghasilan bunga deposito sebesar 200 juta telah dipotong oleh XX Bank dengan asumsi tarif sebesar 10% atau sebesar Rp 20.000.000.
            Sementara itu berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f, yang termasuk objek pajak adalah penghasilan berupa bunga. Maka dari itu atas penghasilan berupa bunga deposito dari XX Bank, AS dikenai pajak penghasilan. Oleh karena atas penghasilan berupa bunga deposito tersebut sudah dikenai pajak di luar negeri, maka berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1), pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Oleh karena itu pajak atas penghasilan bunga deposito tersebut sebesar Rp 20.000.000, nantinya dapat dijadikan kredit pajak luar negeri oleh MI. Namun, berdasarkan KMK No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri pasal 2 ayat (3), jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu sehingga sebelum menentukan kredit pajak masih harus melalui perhitungan terlebih dahulu.

4.2.4        Transaksi MI dengan Black Corp – Amerika

           
Berdasarkan Tax Treaty Indonesia-Amerika Article 12 Paragraph 2 tentang Interest, yang berbunyi:
The rate of tax imposed by one of the Contracting States on interest derived from sources within that Contracting State and beneficially owned by a resident of the other Contracting State shall not exceed 10 percent of the gross amount of such interest
Maka dari itu atas penghasilan bunga obligasi tersebut dipotong oleh Black corp - Amerika sebesar 10% atau sebesar Rp 15.000.000 dengan asumsi MI telah memberikan Certificate of Domicile (CoD) kepada Black corp - Amerika.
            Sementara itu berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f, yang termasuk objek pajak adalah penghasilan berupa bunga. Maka dari itu atas penghasilan berupa bunga obligasi dari Black corp - Amerika dikenai pajak penghasilan. Oleh karena atas penghasilan berupa bunga obligasi tersebut sudah dikenai pajak di luar negeri, maka berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1), pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Oleh karena itu pajak atas penghasilan bunga obligasi tersebut sebesar Rp 15.000.000, nantinya dapat dijadikan kredit pajak luar negeri oleh MI. Namun, berdasarkan KMK No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri pasal 2 ayat (3), jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu sehingga sebelum menentukan kredit pajak masih harus melalui perhitungan terlebih dahulu.

4.2.5        Biaya yang Dikeluarkan MI di Tahun 2016

Pada tahun 2016, MI sebagai subsidiary Millenium Global Corporation Amerika, mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan dengan proses pemberian jasanya. Biaya yang dikeluarkan MI diantaranya pemberian gaji/THR kepada para karyawan, biaya untuk perumahan bagi karyawan asing, alokasi biaya penelitian dan pengembangan (litbang) dari kantor pusat, biaya rumah sakit X untuk pengobatan para karyawan, biaya reimburse transportasi karyawan, PPh pasal 21 karyawan, biaya sponsorship, biaya entertainment, biaya pengurusan work permit dan KITAS bagi karyawan asing, biaya membership golf, biaya sewa rumah beberapa manager serta biaya seminar karyawan di luar negeri. Namun biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya yang bersifat komersial, dimana biaya-biaya tersebut belum tentu diperlakukan sama menurut aturan perpajakan.
Dari semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh MI, hanya beberapa yang dapat dijadikan pengurang menurut aturan perpajakan dalam menghitung pajak terutang MI. Agar lebih mudah, berikut penjelasan lebih lanjut dari masing-masing biaya:
  1. Biaya gaji/THR karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, gaji/THR yang diberikan kepada karyawan sebesar Rp 1,2 Milyar merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto menurut aturan perpajakan.
  2. Perumahan untuk karyawan asing. Perumahan untuk karyawan asing dalam kasus ini dilakukan melalui kontrak sewa yang dibuat antara MI dengan pemilik rumah. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WPDN, yang tidak boleh dikurangkan yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Pemberian rumah merupakan salah satu bentuk natura dan kenikmatan yang diterima oleh karyawan asing, sehingga dalam kasus ini, biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran rumah sebesar Rp 560 juta tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto MI.
  3. Alokasi biaya litbang kantor pusat. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Dengan demikian maka Alokasi biaya litbang tidak dapat diakui sebagai biaya pengurang oleh MI dikarenakan biaya tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan 3M usaha MI itu sendiri karena entitas MI yang terpisah dari kantor pusat.
  4. Biaya untuk rumah sakit X untuk pengobatan karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf e, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WPDN, yang tidak boleh dikurangkan yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Dalam kasus ini, biaya yang dikeluarkan MI ke rumah sakit X untuk pengobatan karyawan merupakan bentuk natura dan kenikmatan yang diterima karyawan, sehingga atas biaya sebesar Rp 220 juta tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  5. Biaya reimburse transport karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Reimburse transport karyawan merupakan bentuk tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, sehingga atas biaya sebesar Rp 150 juta yang dikeluarkan oleh MI untuk reimburse transport, merupakan biaya pengurang penghasilan bruto MI.
  6. PPh pasal 21 karyawan. MI menggunakan mekanisme gross up dalam menghitung PPh pasal 21 karyawannya. Penggunaan metode ini menyebabkan diterimanya tunjangan pajak (dalam bentuk uang) bagi karyawan MI yang dihitung dalam perhitungan PPh pasal 21 karyawan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, biaya sebesar Rp 300 juta yang merupakan PPh pasal 21 karyawan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  7. Biaya sponsorship seminar. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 50 juta sebagai biaya sponsorship yang merupakan bentuk dari promosi perusahaan. Sponsor diberikan oleh MI dalam bentuk seminar kit. Namun, diketahui bahwa seminar kit tersebut tidak diberikan logo perusahaan serta tidak memiliki daftar nominatif. Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 6 ayat (1), Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi. Daftar nominatif yang dimaksudpun harus dilengkapi dengan dokumen/bukti pendukung agar dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Dari keterangan di atas, maka biaya yang dikeluarkan MI untuk sponsorship seminar dalam seminar kit sebesar Rp 50 juta tidak dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto MI. Meskipun misalnya MI membuat daftar nominatif lengkap dengan bukti pendukung, nature dari promosi perusahaan tidak tercapai yang disebabkan oleh tidak dicantumkannya logo perusahaan pada seminar kit sehingga biaya yang dikeluarkan tersebut tetap tidak dapat dikurangkan menurut aturan perpajakan.
  8. Biaya entertainment untuk rapat direksi dan para karyawan asing. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 150 juta untuk melangsungkan rapat direksi dan para karyawan asing yang telah dilengkapi oleh daftar nominatif. Nature dari biaya entertainment atau jamuan adalah diberikan kepada relasi perusahaan guna menarik relasi tersebut untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan sehingga penghasilan perusahaan bisa meningkat. Perlu diketahui juga menurut Surat Edaran Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya "Entertainment" dan Sejenisnya angka 2 dan 3, biaya entertainment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dapat dibuktikan bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan serta dibuat daftar nominatifnya dan dilengkapi dengan bukti pendukung. Namun dalam kasus ini, biaya entertainment dikeluarkan untuk pihak internal perusahaan, bukan kepada relasi perusahaan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b, dijelaskan bahwa dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, atas biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan PPh Badan terutang. Sehingga, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa biaya entertainment sebesar Rp 150 juta tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI meskipun telah memiliki daftar nominatif.
  9. Biaya pengurusan work permit, KITAS karyawan asing. MI memiliki karyawan asing sehingga MI diwajibkan mengurus work permit dan KITAS karyawan asing mereka agar proses produksi (dalam hal ini pemberian jasa teknik) perusahaan dapat berjalan. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1), diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Sehingga, atas biaya pengurusan work permit  dan KITAS sebesar Rp 80 juta dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto MI.
  10. Biaya membership golf karyawan asing. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf b, dijelaskan bahwa dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, atas biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota tidak dapat dikurangkan dalam perhitungan PPh Badan terutang. Dikarenakan biaya membership golf merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi karyawan perusahaan, maka biaya sebesar Rp 150 juta tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto MI.
  11. Biaya sewa rumah untuk beberapa manager lokal untuk masa 3 tahun. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 600 juta untuk membayar uang sewa rumah beberapa managernya. Uang tersebut dibayarkan langsung (dalam bentuk uang) kepada masing-masing manager. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf a, diatur bahwa penghasilan kena pajak bagi WPDN ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Sehingga, atas biaya sebesar Rp 600 juta yang dikeluarkan MI dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
  12. Biaya seminar karyawan di luar negeri. MI mengeluarkan biaya sebesar Rp 125 juta untuk membiayai karyawannya seminar di luar negeri. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat (1) huruf g, biaya seminar karyawan di luar negeri merupakan biaya pengurang, sebab seminar karyawan merupakan bentuk pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas SDM.

Selain itu, MI juga memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak. Kewajiban potong-pungut, dari keterangan di atas, timbul saat MI melakukan pembayaran gaji/THR kepada karyawan dan saat MI membayarkan biaya sewa perumahan bagi karyawan asing.
MI sebagai pihak yang memberikan penghasilan wajib memotong PPh pasal 21 yang diterima para karyawan. Hal ini sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 21 ayat (1) yang berbunyi:
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai…
Penghasilan tersebut dipotong setiap bulan dan disetorkan ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berdasarkan PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (6). MI juga berkewajiban membuat SPT Masa atas penghasilan yang telah disetor paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir berdasarkan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1). Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi pasal 23 ayat (1), pemotong PPh 21 (dalam hal ini MI) harus memberikan bukti potong kepada pihak yang dipotong (karyawan MI).
Kewajiban potong-pungut MI lainnya timbul ketika MI membayarkan sewa perumahan untuk karyawan asing langsung kepada pemilik rumah. Penghasilan yang diterima pemilik rumah merupakan objek PPh yang bersifat final. Hal ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 (2) huruf d yang berbunyi:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
Tarif yang dikenakan atas penghasilan sewa bangunan adalah 10% dan MI, sebagai penyewa, ditunjuk sebagai pemotong PPh sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996  tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan pasal 2 ayat (1) dan 3 yang berbunyi:
Pasal 2 ayat (1)
Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa

Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final

Penghasilan yang telah dipotong oleh MI tersebut disetorkan ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berdasarkan PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak pasal 2 ayat (1). MI juga berkewajiban membuat SPT Masa atas penghasilan yang telah disetor paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir berdasarkan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10 ayat (1)

4.2.6        Perhitungan PPh Badan MI sebagai subsidiary

Penghasilan dalam negeri


o Jasa Teknik PT Caraka
 Rp  5.000.000.000

Penghasilan luar negeri


o Penghasilan sewa peralatan
 Rp       50.000.000

o Bunga deposito XX Bank
 Rp     200.000.000

o Bunga obligasi Black corp
 Rp     150.000.000

Total penghasilan WWI

 Rp    5.400.000.000



Biaya fiskal


Gaji/THR
 Rp  1.200.000.000

Reimburse transport karyawan
 Rp     150.000.000

PPh Ps.21 karyawan (metode gross up)
 Rp     300.000.000

Sewa rumah untuk beberapa manager lokal
 Rp     600.000.000

Biaya workpermit dan KITAS
 Rp       80.000.000

Biaya seminar karyawan di luar negeri
 Rp     125.000.000

Pembayaran bunga pinjaman
 Rp       60.000.000

Pembayaran royalti
 Rp     150.000.000

Total biaya fiskal

 Rp    2.665.000.000
Penghasilan Kena Pajak

 Rp    2.735.000.000



PPh Badan menurut pasal 31E


DPP perhitungan PPh yang mendapat fasilitas
 Rp  2.431.111.111

DPP peritungan PPh yang tidak mendapat fasilitas
 Rp     303.888.889

Tarif pasal 31E


50% x 25% x 2.502.222.222
 Rp     303.888.889

25% x 312.777.778
 Rp       75.972.222

Total PPh badan terutang

 Rp       379.861.111

Kredit Pajak Luar Negeri sesuai KMK No. 164/KMK.03/2002
Keterangan:
Penghasilan Netto DN
 Rp    2.335.000.000


asumsi Ph Netto penghasilan sewa peralatan
 Rp         45.000.000
asumsi Ph Netto bunga deposito
 Rp       150.000.000
asumsi Ph Netto bunga obligasi
 Rp       100.000.000
Total Penghasilan Netto WWI
 Rp    2.630.000.000
Maka, perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:

 

Atas penghasilan sewa peralatan

45.000.000 x 379.861.111
 Rp           6.499.525
2.630.000
Atas penghasilan bunga deposito

150.000.000 x 379.861.111
 Rp         21.665.082
2.630.000
Atas penghasilan bunga obligasi

100.000.000 x 379.861.111
 Rp         14.443.388
2.630.000

Sehingga diketahui bahwa
KPLN menurut perhitungan
 Yang telah dipotong di LN
 Rp        6.499.525
 Rp                     5.000.000
 Rp      21.665.082
 Rp                   20.000.000
 Rp      14.443.388
 Rp                   15.000.000

Maka perhitungan Kredit Pajak dan PPh pasal 29 adalah sebagai berikut:
Kredit Pajak


Kredit pajak dalam negeri
 Rp     100.000.000

Kredit pajak luar negeri


o Penghasilan sewa peralatan
 Rp         5.000.000

o Penghasilan bunga deposito
 Rp       20.000.000

o Penghasilan bunga obligasi
 Rp       14.443.388

Total Kredit Pajak

 Rp       139.443.388
PPh pasal 29

 Rp       240.417.723

Tarif PPh Badan yang dikenakan atas penghasilan MI mengacu pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 31E ayat (1) yang berbunyi:
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).”
Hal ini disebabkan peredaran bruto MI yang hanya sebesar Rp 5,4 Miliar (tidak melebihi Rp 50 Miliar) dengan PKP sebesar Rp 2,375 Miliar (tidak melebihi Rp 4,8 Miliar). Sehingga total PPh badan terutang adalah sebesar Rp 379.861.111.
Di tahun 2016, PT Caraka telah melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 23 atas imbalan jasa teknik yang diberikan oleh MI sebesar Rp 100 juta. Selain itu, penghasilan MI yang diterima dari luar negeri juga telah dilakukan pemotongan, yakni penghasilan atas sewa peralatan oleh kantor pusat, bunga deposito oleh XX Bank AS, dan bunga obligasi Black Corp dengan masing-masing sebesar Rp 5 juta, Rp 20 juta dan Rp 15 juta. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 24 ayat (1) dan (2), dijelaskan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. Namun, besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai kredit pajak pasal 24 ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Dalam aturan tersebut pasal 2 ayat (3) dan (4), dijelaskan bahwa jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu dimana jumlah tertentu yang dimaksud dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. Dari perhitungan yang telah dijelaskan di atas diperoleh kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan untuk dikreditkan memiliki total sebesar Rp 39.443.388 sehingga total dari kredit pajak penghasilan terutang (dalam dan luar negeri) adalah sebesar Rp 139.443.388.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Dalam kasus ini, maka MI wajib menyetorkan kekurangan pembayaran pajak terutangnya yang sebesar Rp 240.417.723 ke kas negara sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Terkait dengan jatuh tempo pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, MI wajib melaporkannya paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak sesuai dengan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 9 ayat (2)



Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa angka India menjadi angka Arab?

Kebanyakan dari kita mungkin mengira angka Arab seperti angka-angka yang tercantum di dalam Al-Qur’an. Namun pada kenyataannya angka Arab bukanlah seperti yang selama ini kita asumsikan. Angka Arab itu sendiri sebenarnya angka yang sekarang menjadi angka internasional yaitu 1, 2, 3, 4, 5, ...dst. Lalu, angka yang kita kenal sebagai angka Arab yang ada di Al Qur’an itu angka apa? Fakta yang lucu. Ketika masyarakat umum dunia menyebutnya angka Arab, tapi orang Arab sendiri justru menyebutnya sebagai angka Hindi. Angka Arab yang sebenarnya adalah angka India yaitu ١ , ٢ , ٣ , ٤ , ٥ , ٦ , ٧ , ٨ , ٩ ,١٠ . Hal ini bisa dilihat dari sejarah perkembangan evolusi tulisan angka Arab dan Hindi itu sendiri. Kenyataannya angka-angka yang kita pakai saat ini adalah keturunan dari angka India. Dan sistem angka Hindu-Arab dikembangkan oleh matematikawan India. Angka India kemudian diadopsi oleh matematikawan Persia di India, dan diteruskan lebih lanjut kepada orang-orang Arab di sebelah barat. ...

Go-Jek Indonesia dan Tantangan Lingkungan dalam Perspektif Teori Organisasi

Organisasi bisnis jasa online , dewasa ini sedang banyak dikembangkan di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya penawaran fasilitas-fasilitas yang berdalih memberikan kemudahan dalam memenuhi setiap kebutuhan dan aktivitas masyarakat yang dikemas secara online dalam sebuah software aplikasi. Sebagaimana dapat kita amati, kemunculan berbagai bentuk layanan belanja online seperti Tokopedia , Bukalapak , Lazada , OLX , Grab-Bike , dan Go-Jek. Terkait hal bisnis jasa online , dalam tulisan ini akan dibahas mengenai layanan Go-Jek Indonesia. Go-Jek merupakan startup lokal di bidang digital. Selain Go-Jek, terdapat juga Grab-Bike yang merupakan startup asal Malaysia. Khususnya Go-Jek, ini sangat cermat dalam melihat kondisi lingkungan, yang terkait kemacetan yang terjadi di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Ide diciptakannya layanan Go-Jek muncul dari lingkungan eksternal organisasi Go-Jek, yaitu masyarakat (yang kemudian menjadi target sebagai customer Go-Jek) dan kemace...

Tanya Jawab Seputar Manusia dan Masyarakat Indonesia

1.       Soal: Setiap sukubangsa/etnis di Indonesia, memiliki budaya yang mendasari terbangunnya kearifan lokal untuk kelangsungan hidup mereka saat beradaptasi dengan lingkungan alamnya, baik dalam mengelola sumberdaya alam, mitigasi bencana dan berbagai kehidupan sosial. Sebut dan jelaskan langkah-langkah yang konstruktif harus dilakukan pemerintah dalam membangun kemitraan dengan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan budaya! Pembahasan: Kearifan lokal merupakan prinsip-prinsip dan cara-cara tertentu yang dianut, dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan norma adat. [1] Kearifan lokal juga berkaitan dengan strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. [2] Hidup yang berdampingan dengan alam mengharuskan kita mampu beradaptasi den...