Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1]
Di Indonesia, sektor pajak masih menjadi andalan utama alternatif-alternatif
pembiayaan negara. Berdasarkan APBN 2014, sumber penerimaan negara dari sisi
pendapatan yang meliputi sektor pajak sebesar 57,88%, dari sektor kepabean dan
cukai sebesar 8,87%, dari sektor bukan pajak sebesar 20,09%, dari sektor hibah
sebesar 0,07%, sedangkan dari sisi penerimaan pembiayaan dari penarikan
pinjaman dalam negeri (bruto) sebesar 0,07%, hasil pengolahan aset sebesar
0,05%, penerbitan surat berharga negara sebesar 10,69%, pinjaman program
sebesar 0,20%, pinjaman proyek sebesar 1,84%, dan perbankan dalam negeri
sebesar 0,23%.[2]
Pembiayaan tersebut terkait dengan peran pemerintah sebagai fungsi alokasi,
distribusi, stabilasasi, dan regulasi suatu negara. Fungsi alokasi pemerintah
berkaitan dengan penyediaan barang-barang publik yang dibutuhkan masyarakat
luas karena ketidakmampuan pasar/pihak swasta untuk memproduksinya karena alasan
inefisiensi. Pembiayaan pelayanan barang publik diperoleh dari pemungutan
pajak. Fungsi distribusi berkaitan dengan pemerataan pendapatan di setiap
tingkatan masyarakat untuk mengurangi kesenjangan ekonomi akibat dominasi
kekayaan pada suatu golongan. Melalui pungutan pajak penghasilan (PPh),
pemerintah dapat memaksakan golongan masyarakat kaya untuk menyisihkan
penghasilannya dengan membayar pajak sesuai kemampuannya. Penerimaan pajak
kemudian akan digunakan sebagai pembiayaan untuk penyediaan subsidi dan
fasilitas publik yang dapat dijangkau oleh seluruh kalangan masyarakat. Fungsi
stabilisasi berkaitan dengan peran pemerintah dalam mengendalikan
ketidakseimbangan ekonomi makro akibat fluktuasi perekonomian seperti
terjadinya inflasi. Untuk menekan inflasi, pemerintah dapat menaikkan tarif
pajak. Naiknya tarif pajak mendorong sektor rumah tangga dan perusahaan untuk mengurangi
tingkat konsumsi. Pengurangan tingkat konsumsi dapat mengurangi permintaan
barang dan jasa, sehingga harga barang yang sedang mengalami inflasi menjadi
turun. Fungsi regulasi berkaitan dengan peran pemerintah dalam menciptakan
peraturan-peraturan. Seperti kita ketahui bahwa pasar/swasta/produsen tidak
mempunyai otoritas untuk membatasi dampak buruk seperti akibat limbah pabrik
sebagai akibat produksi suatu barang secara berlebihan dengan menanggung
biaya-biaya, membatasi dampak buruk tersebut, dan menghukum setiap orang/badan
yang melakukannya. Tetapi pemerintahlah yang berwenang secara otoritas
menciptakan peraturan-peraturan sebagai regulator berkaitan dengan efek
samping, antara lain dengan mengharuskan
pengusaha membuat analisis mengenai dampak lingkungan, membuat tempat
pembuangan limbah, atau melalui pemungutan pajak. Pajak dipungut untuk
mengoreksi efek eksternalitas negatif (melalui pungutan Pajak Pivogian, yaitu
pajak untuk mengurangi akibat efek samping dari produksi suatu barang) karena lebih efisien untuk mengurangi polusi
jika dibandingkan dengan hanya membuat regulasi mengenai polusi. Pemungutan pajak akan memengaruhi harga
sehingga kurva penawaran bergeser (mengalami penurunan kuantitas) sehingga
dapat mengurangi polusi akibat efek samping produksi. [3]
Program-program pemerintah yang meliputi
alokasi, distribusi, stabilisasi, dan regulasi tersebut terlihat masih mengandalkan
peran pajak dalam memperoleh sumber pembiayaannya. Mengingat fungsi pajak
sebagai penerimaan negara yang aman, murah, dan berkelanjutan.[4]
Aman,
dimaksudkan bahwa pemungutan pajak terhindar dari intervensi negara lain atau
lembaga pemberi pinjaman karena pemungutan pajak wajib dipungut dari setiap
pribadi yang memiliki kewajiban terutang kepada negara dan dapat dipaksakan
menjadikan kemandirian yang tinggi bagi negara untuk memperoleh pembiayaan
untuk pembangunan infrastruktur negara sebagai sumber penerimaan. Murah, dimaksudkan bahwa negara tidak
dibebani dengan kewajiban membayar bunga sebagaimana kewajiban dalam obligasi. Berkelanjutan, dimaksudkan bahwa
sumber-sumber pemungutan pajak ada di setiap aktivitas masyarakat (seperti PPh,
PPn, PBB, Pajak ekspor, Pajak Impor, Bea Cukai), sehingga selama pemerintah
menjamin keamanan dan mendukung segala kegiatan perekonomian masyarakat maka
akan ada sumber penerimaan negara.
[1] Susunan UU RI Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 1994, UU Nomor 16 Tahun 2000, terakhir
dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 dan UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1, Ayat 1.
[2] Online: www.kemenkeu.go.id/Page/infografis-apbn-2014, diakses tanggal 26 April 2015, pukul 20.28
WIB.
[3] Haula
Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar
Ilmu Pajak Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.40-44.
[4] Haula
Rosdiana dan Edi Slamet Irianto, Pengantar
Ilmu Pajak Kebijakan dan Implementasi di Indonesia, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2011), hlm.45-51.
Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185
Comments
Post a Comment
Your comments help me improving my papers; therefore, I'm going to be glad receiving your advice. Thanks for visiting my blog.