Judul : Islam Rasional: Gagasan dan
Pemikiran
Pengarang : Prof. Dr. Harun Nasution
Data
Publikasi : Bandung: Penerbit Mizan,
Anggota IKAPI, Cetakan 1, Mei 1995, halaman 287-290
Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya yang berjudul Islam
Rasional: Gagasan dan Pemikiran menguraikan keterkaitan antar konsep agama,
kebudayaan, dan pendidikan. Beliau membandingkan pemikiran dan gagasan antara
bangsa Barat dan Timur dari konsep-konsep tersebut. Dalam paparannya beliau
menguraikan bahwa bangsa Barat dalam memandang segala hal lebih cenderung
didasarkan atas penalaran otak atau akal semata. Orang Barat lebih cenderung
dipengaruhi oleh sifat materialistis (bahwa manusia tersusun dari materi dalam
bentuk tubuh dan otak yang berpikir, atau materi dan jiwa, tetapi jiwa dalam
pengertian akal atau intelek yang banyak kaitannya dengan panca indera dan
hal-hal yang bersifat materi) dan telah banyak berpandangan sekuler, yang mana
melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, yang selanjutnya membawa kepada
keadaan tidak mengakui agama lagi dan akhirnya mengarah kepada atheisme.
Berbeda dengan pandangan orang timur. Orang Timur mamandang bahwa manusia
tersusun dari tubuh (materi) dan ruh (immateri). Ruh memiliki dua daya, daya
berpikir dan yang disebut akal dan yang berpusat di kepala dan daya merasa yang
disebut kalbu atau hati nurani yang berpusat di dada.
Pengertian kebudayaan itu sendiri menurut Merrill dan Eldrige dalam
buku Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, disebutkan bahwa dasar
kebudayaan terdapat dalam akal manusia. Sehingga Vander Zanden menyebut
kebudayaan adalah cara, cara merasa, berpikir dan beraksi. Kebudayaan itu
sendiri mencakup semua kebudayaan dunia, baik yang sederhana, kecil,
terisolasi, maupun yang besar, kompleks, dan yang memiliki jaringan luas. Unsur
kebudayaan terdiri atas bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Oleh karena itu
jelas bahwa kebudayaan merupakan produk dari pemikiran, ide, gagasan sebagai
hasil ciptaan manusia.
Sedangkan menurut E. B. Taylor dalam buku Islam Rasional:
Gagasan dan Pemikiran, disebutkan bahwa kandungan kebudayaan mencakup
pengetahuan, keyakinan, susila, hukum, adat, dan kebiasaan.
Prof. Dr. Harun Nasution mengkritisi pendapat E. B. Taylor terkait
konsep keyakinan dalam bagian dari kebudayaan. Beliau menjelaskan bahwa
kandungan kebudayaan menurut E. B. Taylor mengandung kekacauan. Di paragraf
sebelumnya, sudah disebutkan bahwa kebudayaan merupakan ciptaan manusia,
sedangkan keyakinan merupakan wahyu yang diturunkan dari Tuhan dan bersifat
absolut. Dengan demikian, keyakinan tidak bisa dikategorikan ke dalam
kebudayaan. Oleh karena itu pula, agama yang mengandung keyakinan-keyakinan itu
tidak bisa dimasukkan ke dalam kebudayaan. Agama adalah sesuatu yang berdiri di
luar kebudayaan. Tetapi perlu ditegaskan bahwa tidak semua ajaran agama
diwahyukan dan bersifat absolut. Yang diwahyukan dan bersifat absolut hanyalah
dasar-dasarnya, dan sekitar dasar-dasar itu timbullah penafsiran, penjelasan,
perincian dan sebagainya yang merupakan hasil pemikiran manusia.
Di dalam Islam, yang diwahyukan itu adalah Al Qur’an dalam teks Arabnya,
penafsiran dari ayat-ayat Al Qur’an yang terkandung dalam buku-buku tafsir,
ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan lain-lain, merupakan hasil ijtihad
atau pemikiran ulama. Demikian juga terjemahan teks Arab Al Qur’an ke dalam
bahasa lain adalah hasil pemikiran ulama. Karena penafsiran dan terjemahan itu
adalah hasil pemikiran manusia, maka bagian dari agama dapat dimasukkan dalam
bidang kebudayaan. Adapun Al Qur’an dalam teks Arabnya karena diwahyukan oleh
Tuhan dan bukan buatan manusia tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori
kebudayaan.
Dari penjelasan tersebut, maka kalangan agama tidak dapat menerima
agama sebagai salah satu unsur kebudayaan. Agama adalah agama, dan kebudayaan
adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan tersebut adalah nilai. Nilai dapat
diartikan sebagai konsep tentang yang baik dan yang diinginkan. Yang menjadi
permasalahan adalah kriteria apa yang dipakai untuk menentukan yang baik dan
yang diingini tersebut. Orang Barat cenderung menggunakan pendapat akal,
sedangkan orang Timur cenderung menggunakan pendapat agama. Terjadilah di sini
perbedaan tentang nilai-nilai. Apa yang dianggap orang Barat baik, dianggap
orang Timur sebaliknya. Sehingga, dimasukkannya nilai-nilai Barat ke Timur
menimbulkan kekacauan nilai-nilai dalam masyarakat kita di Timur.
Terkait dengan kebudayaan Islam, jiwa tauhidlah yang merupakan
tenaga penggerak dalam mencipta segala macam jenis kebudayaan. Sebagaimana
misal unsur kebudayaan yang mencakup salah satunya adalah kesenian, misal seni
bangunan masjid. Rasulullah s.a.w. sendiri telah meletakkan pokok keharusan
bagi sebuah masjid, seperti adanya mihrab yang menjurus ke kiblat, tempat Imam
waktu bersembahyang, ruangan luas untuk para makmum, sahan dan tempat
berwudhlu, mimbar tempat berkhotbah, tempat azan dan sebagainya.[1]
Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185
Comments
Post a Comment
Your comments help me improving my papers; therefore, I'm going to be glad receiving your advice. Thanks for visiting my blog.