Skip to main content

Kasus Pajak Internasional: Diskusi 27 September 2017




MAKALAH KELOMPOK PERTEMUAN 5
SEMINAR PERPAJAKAN

Materi                : Pajak Internasional
Tanggal             : 27 September 2017
Dosen                 : Dr. Ning Rahayu, M.Si.

Kelompok 6
Bertha Yuliarti M.                                (1406574775)
Diah Islamiati                                       (1406619546)
Evi Kurnia Sari                                    (1406540755)
Ita Nur Handayani                               (1406540811)
M. Wiryo Susilo                                   (1406619470)
Naufan Ghani Putra                             (1406568715)
Teta Karina L. W.                                (1406540692)



FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI FISKAL REGULER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
SEPTEMBER 2017

BAB 1
GAMBARAN KASUS

KASUS 1
Mr. Robert Lee, seorang ahli hukum (lawyer) penduduk Singapura datang ke Indonesia atas kontrak dengan PT. Kirana untuk menangani masalah-masalah legal perusahaan yang bersangkutan. Pemberian jasa berlangsung di Indonesia dari tgl. 1/4/2016 s.d. 20/6/2016 dengan fee sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya pada tanggal l0/5/2017 s.d. l0/7/2017 ia kembali dikontrak oleh PT. Delima untuk memberikan jasa yang sama dengan fee sebesar Rp 200 juta.

KASUS 2
Mrs. Rose Rebecca, seorang guru penduduk Amerika Serikat diundang oleh Universitas Pelita Harapan (UPH) untuk mengajar. Ia dikontrak selama 2 tahun (dari 1 Jan 2015 sd 31 Desember 2016) dengan gaji sebesar Rp 15 juta per bulan. Pada tahun 2015 ia semata-mata hanya mengajar pada UPH. Sejak 1 Juli 2016 ia juga diminta memberi les privat bahasa Inggris oleh PT. Nuri dengan honor sebesar Rp 10 juta per bulan dan juga diminta mengajar Bahasa Inggris pada Lembaga Indonesia Amerika (LIA) dengan honor sebesar Rp 7,5 juta per bulan sampai akhir tahun 2016. Setelah selesai kontrak, ia kembali ke negaranya.
Pada tanggal 10 Januari 2017 ia kembali ke Indonesia untuk mengajar bahasa Inggris dan etika bagi karyawan front office Hotel Mutiara atas dasar kontrak antara Hotel Mutiara dengan XYZ College, Amerika Serikat. Mrs. Rebbeca ditugaskan untuk mengajar dari tanggal 11 Januari s.d. 10 April 2017 dengan gaji Rp 15 juta/bulan. Fee yang dibayarkan oleh Hotel Mutiara kepada XYZ College adalah sebesar  Rp 400 juta.


KASUS 3
Mr. John Arnold, seorang penduduk Amerika Serikat adalah karyawan XYZ Corporation, AS yang dikirim ke Indonesia untuk memberikan jasa teknik sesuai kontrak antara XYZ Corporation dengan PT. ARIMBI. Ia bekerja di Indonesia sejak tanggal 1/3/2016 s.d. 15/6/2016 dengan gaji sebesar Rp 20 juta/bulan. Setelah kontrak selesai, dan kembali ke negaranya.
Kemudian pada tanggal 10/8/2017 ia kembali dikirim ke Indonesia oleh XYZ Corporation untuk mengerjakan jasa yang sama kepada PT. AMARA sampai tanggal 30/9/2017 dengan gaji yang sama.


BAB 2
PERMASALAHAN KASUS

KASUS 1
  1. Jelaskan pemajakan atas penghasilan yang diterima dari PT. Kirana.
  2. Jelaskan pemajakan atas penghasilan yang diterima dari PT. Delima.

KASUS 2
  1. Jelaskan pemajakan atas penghasilan yang diterima dalam tahun 2015.
  2. Jelaskan pemajakan atas penghasilan yang diterima dalam tahun 2016.
  3. Jelaskan pemajakan atas penghasilan yang diterima dalam tahun 2017.

KASUS 3
  1. Jelaskan pemajakan atas penghasilan dari PT. ARIMBI.
  2. Jelaskan pemajakan atas penghasilan dari PT. AMARA.


BAB 3
PERATURAN PERPAJAKAN TERKAIT DENGAN KASUS

Dalam membahas permasalahan kasus yang terdapat pada Bab 2, perlu untuk memperhatikan peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus pada Bab 1. Inventarisasi peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus terangkum dalam Bab 3 sebagai berikut.
3.1    Peraturan Perpajakan Terkait Transaksi Pemberian Jasa Hukum (Legal Service) oleh Mr. Robert Lee kepada PT. Kirana dan PT. Delima.
1)        Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 1 tentang Personal Scope.
2)        Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 13 Par. 1 dan Par. 2 tentang Independent Personal Services.
3)        Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1).
4)        Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1).
5)        Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
6)        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
7)        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-01/PJ/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 15, Ayat 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan dan Pemungutannya.

3.2    Peraturan Perpajakan Terkait Transaksi Pemberian Jasa Mengajar oleh Mrs. Rose Rebecca kepada Universitas Pelita Harapan, PT. Nuri, Lembaga Indonesia Amerika, dan Hotel Mutiara.
1)        Tax Treaty Indonesia – Amerika  Article 1 tentang Personal Scope.
2)        Tax Treaty Indonesia – Amerika  Article 20 tentang Teachers and Researchers Par. 1.
3)        Tax Treaty Indonesia – Amerika Article 5 tentang Permanent Establishment.
4)        Tax Treaty Indonesia – Amerika Article 8 tentang Business Profits Par. 1.
5)        Tax Treaty Indonesia – Amerika Article 16 tentang Dependent Personal Services.
6)      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3) huruf a.
7)      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 2 ayat (1) huruf a.
8)        Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf a.
9)        Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1).
10)    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1).
11)  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 24 ayat (1)
12)    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak
13)    Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
14)    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.
15)    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
16)    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

3.3    Peraturan Perpajakan Terkait Transaksi Pemberian Jasa Teknik oleh Mr. John Arnold kepada PT. Arimbi dan PT. Amara.
1)        Tax Treaty Indonesia – Amerika  Article 1 tentang Personal Scope.
2)        Tax Treaty Indonesia – Amerika Article 5 tentang Permanent Establishment.
3)        Tax Treaty Indonesia – Amerika Article 16 tentang Dependent Personal Services.
4)        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
5)        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-01/PJ/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 15, Ayat 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan dan Pemungutannya.
6)        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.



BAB 4
PEMBAHASAN KASUS

4.1    Transaksi Pemberian Jasa Hukum (Legal Service) oleh Mr. Robert Lee kepada PT. Kirana dan PT. Delima

Aspek Pemajakan Atas Penghasilan Yang Diterima dari PT. Kirana

Skema Transaksi Pemberian Jasa Hukum oleh Mr. Robert Lee kepada PT Kirana

Skema Transaksi Pemberian Jasa Hukum oleh Mr. Robert Lee kepada PT Kirana

Pada kasus ini, Mr. Robert Lee merupakan resident Singapura,.PT Kirana dan PT Delima merupakan resident Indonesia sebab didirikan berdasarkan hukum negara Indonesia. Berdasarkan Article 1 Tax Treaty Indonesia – Singapura Mr. Robert Lee, PT Kirana dan PT Delima dapat menggunakan dan memanfaatkan treaty benefit dalam Tax Treaty Indonesia – Singapura. Adapun bunyi dari Tax Treaty Indonesia Singapura Article 1 adalah sebagai berikut:
Article 1
This Agreement shall apply to persons who are residents of one or both of the Contracting States.

Sesuai dengan Tax Treaty Indonesia-Singapura Art. 13 par. 2, ahli hukum (lawyer) yang merupakan profesi Mr. Robert Lee masuk ke dalam terminologi ”professional services”. Seperti yang berbunyi di bawah ini.
Article 13
Independent Personal Services
1. Income derived by a resident of a Contracting State in respect of professional Services or other activities of an independent character shall be taxable only in that State unless he is present in the other Contracting State for a period or periods exceeding in The aggregate 90 days in any twelve-month period. If he remains in that other State for The aforesaid period or periods, the income may be taxed in that other State but only os much of it as is derived in that other State during the aforesaid period or periods.
2.      The term "professional services" includes especially independent scientific, literary, artistic, educational or teaching activities as well as the independent activities of physicians, accountants.

Berdasarkan par. 1, pemajakan atas penghasilan Mr. Robert Lee yang diterima dari PT Kirana hanya dapat dipajaki di Singapura karena pemberian jasa berlangsung di Indonesia kurang dari 90 hari dalam kurun waktu 12 bulan, yakni untuk PT Kirana hanya 81 hari dan untuk PT Delima selama 62 hari. Namun, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, PT. Kirana dan PT Delima tetap memiliki kewajiban untuk membuat bukti potong PPh Pasal 26 meskipun tidak terdapat pajak yang dipotong dan/atau dipungut dari penghasilan Mr. Robert Lee di Indonesia. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 PER-61/PJ./2009:
Pasal 8
(1)   Bukti pemotongan/pemungutan pajak wajib dibuat oleh Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku.
(2)   Dalam hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong atau dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak.

Bukti potong ini akan dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 26 yang wajib disampaikan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT), yaitu:
Pasal 10
(1)   Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib melaporkan:
a.      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong;
b.      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibayar sendiri;
c.       PPh Pasal 15 yang dipotong;
d.      PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri;
e.       PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong;
f.        PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong; dan/atau
g.      PPh Pasal 25 dibayar,
dengan menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Selanjutnya, bentuk bukti potong yang digunakan disesuaikan dengan lampiran pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-01/PJ/2015 sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 berikut:
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.      bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT;
b.      keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT;
c.       tempat dan cara lain pengambilan SPT;
d.      tata cara penandatanganan SPT;
e.       tata cara penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan;
f.        tata cara pembetulan SPT; dan
g.      tata cara penelitian, pengelompokan, perekaman, dan pengelolaan SPT,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Mr. Robert Lee harus dapat menyediakan Surat Keterangan Domisili WPLN (SKD) berupa Form DGT-1 yang telah ditandatangani oleh otoritas pajak Singapura. Surat ini akan digunakan oleh PT. Delima sebagai pelengkap bukti pemotongan pajak pada SPT Masa PPh Pasal 26. Ketentuan mengenai aturan tersebut tercantum dalam pasal berikut ini:
Pasal 1
1.      Surat Keterangan Domisili yang selanjutnya disebut SKD adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN, serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B.

Pasal 3
(1)   Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :
a.      Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
b.      Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan
c.       Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.
Pasal 4
(1)   Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) atau Lampiran III (Form - DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)   Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :
1.      menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
2.      telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
3.      telah ditandatangani oleh WPLN;
4.      telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B, dan
5.      disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.

Apabila Mr. Robert Lee tidak dapat menyediakan surat tersebut, maka Mr. Robert Lee tidak dapat memanfaatkan treaty benefit pada Tax Treaty Indonesia – Singapura. Penghasilan yang diterima oleh Mr. Robert Lee akan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan peraturan perpajakan domestik yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan ini akan dipotong PPh Pasal 26 atas pekerjaan yang dilakukan oleh Mr. Robert Lee dengan tarif 20% (PPh terutang Rp300 juta x 20% = Rp60 juta). Ketentuan mengenai aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, yaitu:
Pasal 3
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
 Pembayaran atas pekerjaan bebas tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dan menjadi pengurang dalam penghitungan penghasilan kena pajak bagi PT. Kirana dan PT Delima, sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a angka 2 UU PPh yang berbunyi:
Pasal 6
(1)   Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a.      Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
2.      Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

4.2    Transaksi Pemberian Jasa Mengajar oleh Mrs. Rose Rebecca kepada Universitas Pelita Harapan, PT. Nuri, Lembaga Indonesia Amerika, dan Hotel Mutiara
Aspek Pemajakan Atas Penghasilan yang Diterima dalam Tahun 2015
Mrs. Rose Rebecca seorang guru penduduk Amerika Serikat dan pada tahun 2015 dikontrak selama 2 tahun oleh Universitas Pelita Harapan (UPH) untuk mengajar dari 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2016. Pada tahun 2015, Mrs. Rose Rebecca hanya mengajar di UPH.
Berdasarkan pada Tax Treaty Indonesia - Amerika Article 20 tentang Teachers and Researchers par. 1
Article 20
Teachers and Researchers
“An individual who is a resident of a Contracting State immediately before making a visit to the other Contracting State, and who, at the invitation of a university, college, school or other similar educational institution, visits that other State solely for the purpose of teaching or research or both at such educational institution shall be exempt from tax in that other State on any remuneration for such teaching or research for a period not exceeding two years from his date of arrival in that other State. An individual shall be entitled to the benefits of this paragraph only once.”
Sebagaimana sesuai dengan penjelasan tersebut maka dalam kasus ini, Mrs. Rose Rebacca yang berprofesi sebagai guru berhak mendapatkan fasilitas bebas pajak jika memenuhi tiga syarat yaitu pertama,  Mrs. Rose Rebacca hadir semata-mata untuk mengajar di institusi yang mengundang. Kedua, kontrak mengajar tidak melebihi dari dua tahun. Ketiga, fasilitas bebas pajak tersebut hanya berlaku untuk satu kali mulai dari Mrs. Rose Rebacca datang  ke Indonesia untuk mengajar.
Dalam kasus ini, Mrs. Rose Rebacca telah memenuhi semua dari persyaratan tersebut. Pertama, pada tahun 2015 Mrs. Rose Rebacca hanya mengajar di Universitas Pelita Harapan (UPH) yaitu universitas yang mengundangnya. Kedua, kontrak mengajar di Universitas Pelita Harapan tidak melebihi dua tahun sejak datang ke Indonesia yaitu tepat 2 tahun  atau selama 730 hari sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2016. Ketiga, Mrs. Rose Rebecca belum pernah memanfaatkan fasilitas bebas pajak sebelumnya dan dalam kasus ini merupakan yang pertama kali.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3) huruf a :
Pasal 2
“Subjek pajak dalam negeri adalah:
a.      orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia..”
                Dalam kasus ini menurut Pasal 2 ayat (3) huruf a, Mrs. Rose Rebecca merupakan subjek pajak dalam negeri karena sudah memenuhi syarat yaitu Mrs. Rose Rebecca berada di Indonesia lebih dari 183 hari yaitu sudah berada di Indonesia selama 365 hari. Adanya perubahan status Mrs. Rose Rebecca yang sebelumnya merupakan subjek pajak luar negeri dan sekarang menjadi subjek pajak dalam negeri, maka Mrs. Rose Rebecca mendapatkan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagaimana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 2 ayat (1) huruf a:
Pasal 2
“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.”
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf a yaitu,
Pasal 4
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.”
Sesuai dengan yang dinyatakan pada Pasal 4 ayat (1) huruf a penghasilan yang diterima Mrs. Rose Rebecca berupa gaji dari kegiatan mengajar di UPH sebesar Rp 15 juta per bulan merupakan salah satu objek pajak penghasilan yang harus dipotong pajak. Dalam hal ini, Mrs. Rose Rebecca merupakan wajib pajak dalam negeri (WPDN) maka atas penghasilan yang diterima oleh Mrs. Rose Rebecca wajib dipotong pajak PPh Pasal 21. Sebagaimana sesuai pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1) huruf a:
Pasal 21
“Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
  1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai..”
Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 ayat (1) huruf a tersebut maka yang memiliki kewajiban sebagai pemotong penghasilan Mrs. Rose Rebecca adalah pemberi kerja yaitu Universitas Pelita Harapan (UPH). Namun, berdasarkan Tax Treaty Indonesia - Amerika Article 20 par. 1 penghasilan yang diterima Mrs. Rose Rebecca pada tahun 2015 mendapatkan fasilitas bebas pajak sehingga penghasilan yang diterima Mrs. Rebecca pada tahun 2015 tidak perlu dipotong pajak.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 61/PJ/2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, agar Mrs. Rose Rebecca dapat memanfaatkan fasilitas tax treaty maka harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili berupa Form DGT-1 yang telah ditandatangani otoritas pajak Amerika. SKD ini digunakan sebagai bukti bahwa Mrs. Rose Rebecca benar merupakan resident Amerika dan dapat memanfaatkan treaty benefit yang terdapat pada Tax Treaty Indonesia-Amerika.
Kemudian diatur lebih lanjut di Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) bahwa Mrs. Rose Rebecca tetap wajib melaporkan SPT Tahunan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dengan dilampiri surat keterangan fasilitas bebas pajak.
Meskipun  Mrs. Rose Rebecca mendapatkan fasilitas bebas pajak namun sebagai pihak pemotong yaitu Universitas Pelita Harapan (UPH) tetap wajib melaporkan bukti potong disertai dengan lampiran Surat Keterangan Domisili (SKD) Mrs. Rose Rebecca sebagaimana sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.

Aspek Pemajakan Atas Penghasilan yang Diterima dalam Tahun 2016
Berdasarkan Tax Treaty Indonesia - Amerika  Article 20 Teachers and Researchers par. 1, pemajakan atas penghasilan tahun 2016 yang diterima oleh Mrs. Rose Rebecca pada bulan Januari sampai bulan Juni masih mendapatkan fasilitas bebas pajak karena Mrs. Rose Rebecca masih semata-mata hanya mengajar di pihak institusi yang mengundangnya yaitu, Universitas Pelita Harapan (UPH). Namun, mulai bulan Juli sampai Desember 2016, Mrs. Rose Rebecca tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas bebas pajak lagi. Hal ini dikarenakan, sejak 1 Juli 2016 Mrs. Rose Rebecca tidak semata-mata mengajar pada institusi yang mengundangnya melainkan mengajar juga di tempat lain yaitu memberi les privat bahasa Inggris oleh PT. Nuri dan mengajar bahasa Inggris pada Lembaga Indonesia Amerika (LIA) sampai akhir tahun 2016.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1), penghasilan yang diterima Mrs. Rose Rebecca yaitu gaji dari UPH, PT. Nuri dan LIA merupakan penghasilan objek pajak penghasilan sehingga harus dikenakan pajak. Maka, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 (1) penghasilan yang diterima oleh Mrs. Rose Rebecca wajib dipotong pajak oleh pemberi kerja yaitu UPH, PT. Nuri, dan LIA.
Penghasilan Mrs. Rose Rebeca yang dipotong pajak oleh UPH, PT. Nuri, dan LIA dikenakan tarif progresif sebagaimana yang diatur pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Pasal 17
(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
-          sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) = 5%
-          di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) = 15%
-          di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) = 25%
-          di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) = 30%
Berdasarkan pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/ 2014 Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, PPh 21 yang dipotong harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnnya setelah masa pajak berakhir. Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) pasal 10, Pemotong wajib menyampaikan SPT Masa  PPh 21 paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi pihak pemotong yaitu UPH, PT. Nuri, dan LIA wajib memberikan bukti potong agar dapat dijadikan sebagai kredit pajak untuk penerima penghasilan yakni Mrs. Rose Rebecca.
Kemudian diatur lebih lanjut di Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) bahwa Mrs. Rose Rebecca tetap wajib melaporkan SPT Tahunan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Aspek Pemajakan atas Penghasilan yang Diterima dalam Tahun 2017
Pada akhir tahun 2016 setelah selesai kontrak, Mrs. Rose Rebecca kembali ke negaranya yaitu ke Amerika Serikat. Lalu, pada tanggal 10 Januari 2017 Mrs. Rose Rebecca kembali ke Indonesia untuk mengajar bahasa Inggris dan etika bagi karyawan front office Hotel Mutiara atas dasar kontrak antara Hotel Mutiara dengan XYZ College, Amerika Serikat. Mrs. Rose Rebecca ditugaskan mengajar dari tanggal 11 Januari sampai dengan 10 April 2017 dengan gaji Rp 15.000.000/bulan. Fee yang dibayarkan oleh Hotel Mutiara kepada XYZ College adalah sebesar Rp 400.000.000. Pada kasus ini, diasumsikan pada akhir tahun 2016 ketika Mrs. Rose Rebecca kembali ke Amerika Serikat, Mrs. Rose Rebecca tidak menutup NPWP.
Aspek pemajakan atas fee yang dibayarkan oleh Hotel Mutiara kepada XYZ College, digunakan Article 5 Tax Treaty Indonesia - Amerika tentang Permanent Establishment karena Mrs. Rose Rebecca kembali ke Indonesia atas dasar kontrak Hotel Mutiara dengan XYZ College.
Article 5
 Permanent Establishment
“2. The term "permanent establishment" includes but is not limited to:                     (j)  the furnishing of services, including consultancy services, through employees or other personnel engaged for such purposes, but only where activities of that nature continue (for the same or a connected project) for more than 120 days within any consecutive 12-month period, provided that a permanent establishment shall not exist in any taxable year in which such services are rendered in that State for a period or periods aggregating less than 30 days in that taxable year;”
Berdasarkan Article 5 Par. 2 huruf j Treaty Treaty Indonesia - Amerika, XYZ College tidak memiliki BUT di Indonesia karena kehadiran Mrs. Rose Rebecca di Indonesia sebagai karyawan XYZ College tidak melebihi time test dalam Tax Treaty Indonesia -  Amerika, yaitu kurang dari 120 hari atau hanya 90 hari, maka XYZ college tidak memiliki BUT di Indonesia.
Berdasarkan Article 8 Par. 1 Tax Treaty Indonesia-Amerika tentang Business Profits, penghasilan resident Amerika hanya dapat dikenakan pajak di Indonesia sebagai negara sumber apabila penghasilannya diperoleh melalui BUT di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia tidak memiliki hak pemajakan atas transaksi tersebut karena XYZ College tidak memiliki BUT di Indonesia.
Article 8
Business Profits
  1. “Business profits of a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax by the other Contracting State unless such resident carries on business in that other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If such resident carries on business as aforesaid, tax may be imposed by that other Contracting State on the business profits of such resident but only on so much of such profits as are attributable to the permanent establishment or are derived from sources within such other Contracting State from sales of goods or merchandise of the same kind as those sold, or from other business transactions of the same kinds as those effected, through the permanent establishment.”
Atas gaji Mrs. Rose Rebecca digunakan Tax Treaty Indonesia - Amerika Article 16 tentang Dependent Personal Services.
            Article 16
            Dependent Personal Services
1.      Wages, salaries, and similar remuneration derived by an individual who is a resident of one of the Contracting States from labor or personal services performed as an employee, including income from services performed by an officer of a corporation or company, may be taxed by that Contracting State. Except as provided by paragraph 2, such remuneration derived from sources within the other Contracting State may also be taxed by that other Contracting State.
2.      Remuneration described in paragraph 1 derived by an individual who is a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax by the other Contracting State if :
(a)  he is present in that other Contracting State for a period or periods aggregating less than 120 days in any consecutive 12-month period; and
(b)  the remuneration is paid by or on behalf of an employer who is not a resident of the other State; and
(c)  the remuneration is not borne as such or reimbursed by a permanent establishment which the employer has in that other Contracting State.
Dalam article DPS dijelaskan bahwa penghasilan dikenakan pajak di negara domisili, kecuali jika pekerjaan dilakukan di negara lain, dapat dikenakan pajak di negara sumber, namun akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh negara sumber apabila terpenuhi 3 syarat kumulatif:
a.       Ia hadir di negara lain kurang dari 120 hari dalam masa 12 bulan;
b.      Imbalan dibayar oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan resident negara sumber;
c.       Imbalan tidak dibebankan sebagai biaya BUT yang ada di negara sumber.
Dalam kasus ini, kembalinya Mrs. Rose Rebecca untuk mengajar di    Indonesia, kurang dari 120 dalam masa 12 bulan yaitu 90 hari, sehingga syarat a terpenuhi. Imbalan Mrs. Rose Rebecca dibayar oleh XYZ College yang merupakan resident negara domisili, bukan resident negara sumber sehingga syarat b terpenuhi. Imbalan juga tidak dibebankan sebagai BUT di negara sumber karena XYZ College tidak memiliki BUT di Indonesia. Jadi, atas transaksi ini dikecualikan dari pengenaan pajak oleh negara sumber (Indonesia) karena 3 syarat secara kumulatif terpenuhi.
Lalu, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2010, agar dapat memanfaatkan tax treaty maka harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili berupa Form DGT-1 yang telah ditandatangani otoritas pajak Amerika. SKD ini digunakan sebagai bukti bahwa Mrs. Rose Rebecca benar merupakan resident Amerika dan dapat memanfaatkan treaty benefit yang terdapat pada Tax Treaty Indonesia-Amerika.
Adanya asumsi bahwa pada akhir tahun 2016, Mrs. Rose Rebecca belum menutup NPWP-nya maka dalam kasus ini Mrs. Rose Rebecca masih merupakan WPDN Indonesia. Namun, karena XYZ College tidak memiliki BUT di Indonesia sehingga Indonesia tidak memiliki hak pemajakan atas penghasilan yang diterima XYZ College. Hotel Mutiara pun tidak dapat memotong PPh 21 Mrs. Rose Rebecca. Maka, yang berhak memotong penghasilan atas Mrs. Rose Rebecca adalah negara Amerika yang kemudian dapat dijadikan sebagai kredit pajak luar negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 24 ayat (1).
Pasal 24
  1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang- undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Kemudian diatur lebih lanjut di Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) bahwa Mrs. Rose Rebecca tetap wajib melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
4.3    Transaksi Pemberian Jasa Teknik oleh Mr. John Arnold kepada PT. Arimbi dan PT. Amara
Skema Transaksi Pemberian Jasa Teknik oleh Mr. John Arnold (XYZ Corp.) dan Pembayaran Fee oleh PT Arimbi
Skema Transaksi Pemberian Jasa Teknik oleh Mr. John Arnold (XYZ Corp.) dan Pembayaran Fee oleh PT Amara
Atas pekerjaan yang dilakukan Mr. John Arnold di Indonesia, perlu dilihat apakah menimbulkan BUT di Indonesia. Berdasarkan Tax Treaty Indonesia - Amerika Article 5 par. 2 huruf (j), yang berbunyi:
Article 5
2. The term “permanent establishment” includes but is not limited to:
(j) the furnishing of services, including consultancy services, through employees or other personnel engaged for such purposes, but only where activities of that nature continue (for the same or a connection project) for  more than 120 days within any consecutive 12-month period, provided that a permanent establishment shall not exist in any taxable year in which such services are rendered in that State for a period or periods aggregating less than 30 days in that taxable year.
Permanent establishment atas jasa teknik oleh Mr. John Arnold ini muncul jika dilakukan melebihi jangka waktu 120 hari dalam periode 12 bulan (time test) untuk pekerjaan yang sama atau berhubungan. Dalam kasus ini, Mr. John Arnold melakukan pekerjaan sesuai kontrak dengan PT ARIMBI di Indonesia selama 107 hari, sedangkan untuk PT AMARA 51 hari. Keduanya merupakan pekerjaan yang berbeda karena pekerjaan dilakukan berdasarkan kontrak yang berbeda dan tidak saling berhubungan. Untuk itu, perhitungan time test dilakukan secara terpisah. Jangka waktu pekerjaan jasa teknik kepada PT. ARIMBI dan PT. AMARA tidak melebihi 120 hari dalam periode 12 bulan. Berdasarkan Article 5 diatas, tidak muncul BUT XYZ Corporation karena jasa teknik yang diberikan Mr. John Arnold tidak melebihi time test.
Penghasilan yang diterima Mr. John Arnold dapat dikenakan pajak di Amerika dan Indonesia sesuai Tax Treaty Indonesia - Amerika Article 16 par. 1, yang berbunyi:
Article 16
1.      Wages, salaries, and similar remuneration derived by an individual who is a resident of one of the Contracting States from labor or personal services performed as an employee, including income from services performed by an officer of a corporation or company, may be taxed by that Contracting State. Except as provided by paragraph 2, such remuneration derived  from sources within the other Contracting State may also be taxed by that other Contracting State.
Penghasilan yang diterima Mr. John Arnold dari PT ARIMBI dan PT. AMARA dapat dikenakan pajak oleh Amerika. Secara lebih lanjut, penghasilan Mr. John Arnold dapat dikenakan pajak di Indonesia jika memenuhi syarat-syarat dalam par. 2. Article 16 par. 2 berbunyi sebagai berikut:
Article 16
2. Remuneration described in paragraph 1 derived by an individual who is a resident of one of the Contracting States shall be exempt from tax by the other Contracting State if:
a.      he is present in that other Contracting State for a period or periods aggregating less than 120 days in any consecutive 12-month period; and
b.      the remuneration is paid by or on behalf of an employer who is a  resident of the other State; and
c.       the remuneration is not borne as such of reimbursed by a permanent establishment which the employer has in that other Contracting State.
Sesuai Article 16 par. 2, dikecualikan dari pengenaan pajak di Indonesia, sebagai negara sumber penghasilan, apabila Mr. John Arnold memenuhi syarat:
-       hadir di Indonesia untuk periode atau periode kumulatif kurang dari 120 hari dalam 12 bulan berturut-turut, dan
-       imbalan tersebut dibayarkan bukan oleh resident Indonesia, dan
-       imbalan tersebut tidak menjadi beban atau dibayarkan oleh BUT yang dimiliki oleh pemberi kerja di Indonesia.
Dalam kasus ini, Mr. John Arnold hadir di Indonesia selama 107 hari untuk pekerjaan dengan PT ARIMBI dan 51 hari untuk PT AMARA. Karena keduanya berbeda kontrak dan tidak saling berhubungan, maka perhitungan time test dilakukan secara terpisah. Keduanya kurang dari time test 120 hari dalam 12 bulan berturut-turut. Untuk itu, Mr. John Arnold memenuhi syarat pertama. Imbalan yang dibayarkan kepada Mr. John Arnold dibayarkan oleh XYZ Corp. karena kontrak dilakukan antara XYZ Corp. dan PT ARIMBI serta XYZ Corp. dan PT AMARA. Untuk itu, Mr. John Arnold memenuhi syarat kedua. Karena XYZ Corp. tidak memiliki BUT di Indonesia, sehingga imbalan yang dibayarkan kepada Mr. John Arnold tidak dapat menjadi beban atau dibayarkan oleh BUT. Untuk itu, Mr. John Arnold memenuhi syarat ketiga.
Karena Mr. John Arnold memenuhi ketiga syarat yang tercantum dalam Article 16 par. 2 tersebut, maka atas penghasilan yang diterima Mr. John Arnold tidak dikenakan pajak di Indonesia (Indonesia tidak memiliki hak pemajakan atas penghasilan yang diterima Mr. John Arnold).
Untuk dapat menerapkan Tax Treaty Indonesia - Amerika, Mr. John Arnold harus dapat membuktikan bahwa ia merupakan resident Amerika Serikat. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2017 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-24/PJ/2010 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Mr. John Arnold harus dapat menyediakan Surat Keterangan Domisili WPLN (SKD) berupa Form DGT-1 yang telah ditandatangani otoritas pajak Amerika Serikat. Surat ini digunakan sebagai bukti bahwa Mr. John Arnold adalah benar resident Amerika Serikat sehingga dapat memanfaatkan treaty benefit yang terdapat pada Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat. Ketentuan tersebut diatur dalam pasal berikut:
Pasal 1
1.      Surat Keterangan Domisili yang selanjutnya disebut SKD adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani oleh WPLN, serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B.

Pasal 3
(2)   Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal :
d.      Penerima penghasilan bukan Subjek Pajak dalam negeri Indonesia,
e.       Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan
f.        Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.

Pasal 4
(1)   Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) atau Lampiran III (Form - DGT 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)   Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :
2.      menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
3.      telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
4.      telah ditandatangani oleh WPLN;
5.      telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B, dan
6.      disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal pajak Nomor Per-24/PJ/2010 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atas jasa teknik tersebut tidak menimbulkan BUT. Dengan demikian PT. ARIMBI tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan atas penghasilan tersebut. Namun meskipun tidak memiliki kewajiban untuk memotong, PT. ARIMBI tetap harus membuat bukti potong PPh Pasal 26. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 8 PER-61/PJ./2009:
Pasal 8
(1)   Bukti pemotongan/pemungutan pajak wajib dibuat oleh Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku.
(2)   Dalam hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong atau dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong/Pemungut Pajak tetap diwajibkan untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak.
Bentuk bukti potong yang digunakan disesuaikan dengan lampiran pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-01/PJ/2015 sebagaimana tercantum dalam Pasal 26 berikut:
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.      bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT;
b.      keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT;
c.       tempat dan cara lain pengambilan SPT;
d.      tata cara penandatanganan SPT;
e.       tata cara penyampaian SPT dan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan;
f.        tata cara pembetulan SPT; dan
g.      tata cara penelitian, pengelompokan, perekaman, dan pengelolaan SPT,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Bukti potong ini akan dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 26 yang wajib disampaikan paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT), yaitu:
Pasal 10
(1)   Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib melaporkan:
a.      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong;
b.      PPh Pasal 4 ayat (2) yang dibayar sendiri;
c.       PPh Pasal 15 yang dipotong;
d.      PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri;
e.       PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong;
f.        PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong; dan/atau
g.      PPh Pasal 25 dibayar,
dengan menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Bentuk SPT Masa dan bukti potong yang digunakan PT. ARIMBI disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-01/PJ/2015. SPT Masa dilaporkan dengan dilampirkan Form DGT-1 yang menjadi bukti bahwa Mr. John Arnold adalah benar resident Amerika Serikat.
Apabila Mr. John Arnold tidak dapat menyediakan Form DGT-1 yang telah ditandatangani, maka Mr. John Arnold tidak dapat memanfaatkan treaty benefit pada Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat. Penghasilan yang diterima oleh Mr. John Arnold akan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan peraturan perpajakan domestik yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan ini akan dipotong PPh Pasal 26 atas pekerjaan yang dilakukan oleh Mr. John Arnold dengan tarif 20%. Perhitungan pajak yang terutang apabila penghasilan Mr. John Arnold dikenakan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
Tahun 2016
Gaji yang diterima                                                                  Rp 20 juta x 3,5 bulan =          Rp 70 juta
PPh pasal 26 terutang                                                             Rp 70 juta x 20%        =          Rp 14 juta
Tahun 2017
Gaji yang diterima                                                                  Rp 20 juta x 1,5 bulan =          Rp 30 juta
PPh pasal 26 terutang                                                             Rp 30 juta x 20%        =          Rp   6 juta
Ketentuan mengenai aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, yaitu:
Pasal 3
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Pemotong/Pemungut Pajak wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
 Pembayaran atas pekerjaan bebas tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dan menjadi pengurang dalam penghitungan penghasilan kena pajak bagi PT. Delima, sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a angka 2 UU PPh yang berbunyi:
Pasal 6
(2)   Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a.      Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
3.      Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

 


Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa angka India menjadi angka Arab?

Kebanyakan dari kita mungkin mengira angka Arab seperti angka-angka yang tercantum di dalam Al-Qur’an. Namun pada kenyataannya angka Arab bukanlah seperti yang selama ini kita asumsikan. Angka Arab itu sendiri sebenarnya angka yang sekarang menjadi angka internasional yaitu 1, 2, 3, 4, 5, ...dst. Lalu, angka yang kita kenal sebagai angka Arab yang ada di Al Qur’an itu angka apa? Fakta yang lucu. Ketika masyarakat umum dunia menyebutnya angka Arab, tapi orang Arab sendiri justru menyebutnya sebagai angka Hindi. Angka Arab yang sebenarnya adalah angka India yaitu ١ , ٢ , ٣ , ٤ , ٥ , ٦ , ٧ , ٨ , ٩ ,١٠ . Hal ini bisa dilihat dari sejarah perkembangan evolusi tulisan angka Arab dan Hindi itu sendiri. Kenyataannya angka-angka yang kita pakai saat ini adalah keturunan dari angka India. Dan sistem angka Hindu-Arab dikembangkan oleh matematikawan India. Angka India kemudian diadopsi oleh matematikawan Persia di India, dan diteruskan lebih lanjut kepada orang-orang Arab di sebelah barat. ...

Go-Jek Indonesia dan Tantangan Lingkungan dalam Perspektif Teori Organisasi

Organisasi bisnis jasa online , dewasa ini sedang banyak dikembangkan di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya penawaran fasilitas-fasilitas yang berdalih memberikan kemudahan dalam memenuhi setiap kebutuhan dan aktivitas masyarakat yang dikemas secara online dalam sebuah software aplikasi. Sebagaimana dapat kita amati, kemunculan berbagai bentuk layanan belanja online seperti Tokopedia , Bukalapak , Lazada , OLX , Grab-Bike , dan Go-Jek. Terkait hal bisnis jasa online , dalam tulisan ini akan dibahas mengenai layanan Go-Jek Indonesia. Go-Jek merupakan startup lokal di bidang digital. Selain Go-Jek, terdapat juga Grab-Bike yang merupakan startup asal Malaysia. Khususnya Go-Jek, ini sangat cermat dalam melihat kondisi lingkungan, yang terkait kemacetan yang terjadi di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Ide diciptakannya layanan Go-Jek muncul dari lingkungan eksternal organisasi Go-Jek, yaitu masyarakat (yang kemudian menjadi target sebagai customer Go-Jek) dan kemace...

Tanya Jawab Seputar Manusia dan Masyarakat Indonesia

1.       Soal: Setiap sukubangsa/etnis di Indonesia, memiliki budaya yang mendasari terbangunnya kearifan lokal untuk kelangsungan hidup mereka saat beradaptasi dengan lingkungan alamnya, baik dalam mengelola sumberdaya alam, mitigasi bencana dan berbagai kehidupan sosial. Sebut dan jelaskan langkah-langkah yang konstruktif harus dilakukan pemerintah dalam membangun kemitraan dengan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan budaya! Pembahasan: Kearifan lokal merupakan prinsip-prinsip dan cara-cara tertentu yang dianut, dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan norma adat. [1] Kearifan lokal juga berkaitan dengan strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. [2] Hidup yang berdampingan dengan alam mengharuskan kita mampu beradaptasi den...