MAKALAH KELOMPOK 2
SEMINAR PERPAJAKAN
Materi : Pajak Internasional
Tanggal : 7 September 2017
Dosen : Dr. Ning Rahayu,
M.Si.
Anggota Kelompok:
Amira Fatimah 1406571735
A.A.S Saraswati
Dwipayanti Putra 1406572252
Jelice 1406575374
Panji
Adhyatma 1406619501
Racha
Arif Luthfi 1406540654
Talitha
Vinka Marginata 1406540710
Tasya
Josiewara 1406540774
FAKULTAS ILMU
ADMINISTRASI
PROGRAM ILMU ADMINISTRASI FISKAL
REGULER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
SEPTEMBER 2017
BAB
1
GAMBARAN KASUS
1.
Kasus 1 PT
Karya Megah membayar bunga
pinjaman kepada BUT Wen Wen Corp –
Kamboja di Singapura sebesar
Rp 200 juta. Dalam kontrak disebutkan
bahwa Wen Wen Corp akan menerima bersih bunga tanpa dipotong Pajak.
2.
Kasus 2 PT Karya Megah membayar fee atas pemakaian jasa konsultan pemasaran kepada GREAT Corp –
Singapura sebesar Rp 400 juta.Great Corp merupakan Subsidiary company dari
Great International Corp, Amerika Serikat. Dalam kontrak disebutkan bahwa
pekerjaan akan berlangsung di Indonesia dari tanggal 10 Juni sd 5 Oktober 2016.
3.
Kasus 3 PT Karya Megah membayar bunga pinjaman kepada Global
Finance BV Netherland sebesarRp 500 juta. Dalam kontrak disebutkan bahwa jangka
waktu pinjaman selama 3 tahun. Pokok pinjaman sebesar Rp 10 millyar dengan bunga
pertahun sebesar 5%.
4.
Kasus 4 PT Karya Megah membayar fee sebesarRp 300 juta atas pemakaian
jasa teknik dengan Lim Lim Corp, Singapura. Untuk melaksanakan jasa tersebut,
Lim Lim Corp menugaskan Pak Budiman (resident Indonesia) dari tanggal 15 Juli
sampai dengan 30 Agustus 2016 dan Mr.
Carey (resident Amerika) daritanggal 1 Agustus sampai dengan 20 September 2016.
Fee atas pemakaian jasa tersebut sebesar Rp 600 juta.
5.
Kasus 5 PT Karya Megah membayar formula pembuatan produk susu kaleng
kepada Sweety Corporation – Australia
sebesar Rp 600 juta. Dalam rangka praktik pembuatan produk tersebut
Sweety Corp juga diminta untuk memberikan technical
assistant dengan mendatangkan tenaga ahli selama 30 hari dengan fee sebesar
Rp 100 juta.
BAB 2
PERMASALAHAN KASUS
1.
Bagaimana
aspek perpajakan, terutama dari sisi pajak penghasilan, terkait transaksi PT
Karya Megah yang membayar
bunga pinjaman kepada BUT Wen Wen Corp – Kamboja di Singapura
sebesar Rp 200 juta?
2.
Bagaimana
aspek perpajakan, terutama dari sisi pajak penghasilan, terkait transaksi PT
Karya Megah yang membayar fee
atas pemakaian jasa konsultan pemasaran kepada
GREAT Corp – Singapura sebesar Rp 400 juta?
3.
Bagaimana
aspek perpajakan, terutama dari sisi pajak penghasilan, terkait transaksi PT
Karya Megah yang membayar bunga pinjaman kepada Global Finance BV Netherland sebesar Rp 500 juta dengan pokok pinjaman sebesar Rp 10
millyar dengan bunga pertahun sebesar 5%?
4.
Bagaimana
aspek perpajakan, terutama dari sisi pajak penghasilan, terkait transaksi PT
Karya Megah yang membayar fee sebesar Rp 300 juta atas pemakaian jasa teknik dengan Lim Lim Corp, Singapura yang menugaskan Pak Budiman (resident
Indonesia) dan Mr. Carey (resident Amerika) dengan fee atas pemakaian jasa tersebut sebesar Rp 600
juta?
5.
Bagaimana
aspek perpajakan, terutama dari sisi pajak penghasilan, terkait transaksi PT
Karya Megah yang membayar formula pembuatan produk susu kaleng kepada Sweety Corporation – Australia sebesarRp
600 juta dan technical
assistant dengan fee
sebesar Rp 100 juta?
BAB 3
PERATURAN
TERKAIT DENGAN KASUS
Permasalahan kasus yang dituliskan dalam
Bab 2 akan dibahas dalam Bab 4 disertakan dengan peraturan-peraturan yang
terkait pada setiap permasalahan. Oleh karena itu, dalam Bab 3 ini akan
dituliskan peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan kasus yang
dituliskan dalam Bab sebelumnya.
3.1 Peraturan Terkait dengan Transaksi Pembayaran
Bunga Pinjaman oleh PT Karya Megah kepada BUT Wen Wen Corp – Kamboja di
Singapura
1.
Tax Treaty
Indonesia – Singapura Article 1 tentang Personal Scope;
2.
Tax Treaty Indonesia -
Singapura, Article
4 tentang Fiscal Domicile paragraph 1;
3.
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP) Pasal 3;
4.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008
tentang Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 5;
5.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1) huruf b;
6.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan;
7.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ/2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang Harus
Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
3.2 Peraturan Terkait dengan Transaksi Pembayaran Fee
atas Pemakaian Jasa Konsultan Pemasaran oleh PT Karya Megah kepada GREAT
Corp – Singapura
1.
Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 5 tentang
Permanent Establishment paragraph 2 poin (i);
2.
Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 7 tentang
Business Profits paragraph 1;
3.
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal
3;
4.
Undang-Undang
Nomor36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2;
5.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6;
6.
Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 4 ayat (1) huruf e;
7.
Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 3A;
8.
Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 9 ayat (2);
9.
Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 13 ayat 6;
10.
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar
Daerah Pabean Pasal 3 ayat (1);
11.
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT);
12.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-61/PJ./2009 Tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda
13.
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep - 214/PJ./2001 Tentang Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang
Harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan;
14.
Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-147/PJ/2010 Penjelasan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan,
Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean.
3.3 Peraturan Terkait dengan Transaksi Pembayaran Bunga
Pinjaman oleh PT Karya Megah kepada Global Finance BV Netherland
1.
Tax Treaty
Indonesia-Belanda Article 11 tentang Interest paragraph. 2
dan paragraph. 4;
2.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26
ayat (1) huruf b;
3.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6;
4.
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal
3;
5.
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 Tentang Bukti Pemotongan
dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan;
6.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara
Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26;
7.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-10/PJ/2017 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
8.
Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Per – 04/PJ/2017 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26;
9.
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang
Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang Harus Dilampirkan dalam Surat
Pemberitahuan.
3.4 Peraturan Terkait dengan Transaksi Pembayaran Fee
atas Pemakaian Jasa Teknik dan Fee atas Penugasan Karyawan oleh PT Karya
Megah Kepada Lim Lim
Corp, Singapura
1.
Tax Treaty Indonesia-Singapura Article 5 tentang
Permanent Establishment;
2.
Tax Treaty Indonesia -
Singapura Article
7 tentang Business Profit;
3.
Tax Treaty Indonesia -
Singapura Article
14tentang
Dependentt Personal Sevices paragraph 2;
4.
Undang-Undang Nomor36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1) huruf d;
5.
Undang-Undang Nomor36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6;
6.
Undang-Undang Nomor42 Tahun
2009 tentang
Pajak Pertambahan NilaiPasal 4 ayat (1) huruf e;
7.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak
Penghasilan;
8.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan;
9.
Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan,
Penyetoran, dan
Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean
Pasal 3 ayat (1);
10.
Peraturan
Direktur Jenderal PajakNomor PER-10/PJ/2017 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1).
3.5 Peraturan Terkait dengan Transaksi Pembayaran Formula
Pembuatan Produk Susu Kaleng danJasa Technical Assistantoleh
PT Karya Megah Kepada Sweety Corporation – Australia
1.
Tax Treaty
Indonesia - Australia, Article 1 tentang Personal Scope;
2.
Tax Treaty Indonesia –
Australia, Article 5 tentang Permanent Establishment
paragraf 1;
3.
Tax Treaty
Indonesia – Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 2
huruf (a) dan huruf (b);
4.
Tax Treaty
Indonesia – Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 3
huruf (a) dan huruf (d);
5.
Tax Treaty
Indonesia – Australia, Article 5 tentang Permanent Establishment paragraph 2 huruf (j);
6.
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 Perubahan Atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 Tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda;
7.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6
ayat (1) huruf a;
8.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26
ayat (1) huruf c dan d;
9.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 10;
10.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 9;
11.
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penyetoran Pajak Pasal 2 ayat 7;
12.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal
4 ayat (1);
13.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 3 ayat (1) dan ayat (3) angka 1;
14.
Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER - 01/PJ/2015 tentangPerubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 Dan/Atau Pasal 26 Serta
Bukti Pemotongan/ Pemungutannya;
15.
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor
Kep - 214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang
Harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan;
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Transaksi Pembayaran Bunga Pinjaman oleh
PT Karya Megah kepada BUT Wen Wen Corp
– Kamboja di Singapura
Pada kasus
pertama yang menjadi pointers atau
kata kunci adalah transaksi yang dilakukan kepada BUT Wen Wen Corp - Kamboja di
Singapura. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Undang-Undang Pajak
Penghasilan Pasal 2 ayat 5 bahwa BUT atau Badan Usaha Tetap adalah bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Berdasarkan peraturan tersebut dapat
disimplkan bahwa BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak
luar negeri (non resident taxpayer)
baik orang pribadi (nature person)
atau badan (legal person) untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha (http://www.ortax.org/)[1] sehingga
BUT bukan merupakan residen dari suatu negara tempat berdirinya BUT tersebut
atau dalam kasus ini BUT WenWen Corp-Kamboja di Singapura bukan merupakan
residen dari negara Singapura. Berkaitan dengan hal tersebut perlakuan
perpajakan untuk BUT WenWen Corp-Kamboja di Singapura tidak dapat menerapkan Tax Treaty Indonesia – Singapura. Tidak
dapat diterapkannya Tax Treaty Indonesia – Singapura juga berkaitan dengan Tax
Treaty Indonesia article 1 tentang Personal Scope.
Kondisi
diatas selanjutnya dipertegas dalam Tax
Treaty Indonesia – Singapura article 4 tentang Fiscal Domicile paragraph 1,
bahwa perjanjian ini (Tax Treaty
Indonesia –Singapura) tidak akan diterapkan untuk BUT dengan kepemilikkan
sebagai perusahaan asing atau dalam hal ini adalah WenWen Corp-Kamboja yang
memiliki perusahaan induk di Kamboja. Maka dari itu untuk melihat penerapan
perpajakan atas transaksi PT Karya Megah yang membayar bunga pinjaman ke BUT
WenWen Corp – Kamboja di Singapura tidak dapat menerapkan berdasarkan Tax Treaty Indonesia – Singapura.
Tax Treaty yang dapat diterapkan untuk
transaksi ini adalah Tax Treaty
Indonesia dengan Kamboja karena Kamboja merupakan perusahaan induk dari BUT
WenWen Corp-Kamboja di Singapura. Namun, Indonesia tidak memiliki kesepakatan
dengan Kamboja untuk menyusun perjanjian dalam Tax Treaty. Dengan tidak berlakunya Tax Treaty, pengenaan perpajakan atas transkasi PT Karya Megah dan
WenWen Corp-Kamboja di Singapura memungkinkan untuk terjadinya pengenaan pajak
berganda karena Indonesia dan Kamboja sama-sama memiliki hak pengenaan pajak
atas pembayaran bunga pinjaman sesuai dengan peraturan domestik masing-masing.
Peraturan
domestik Indonesia yang berlaku untuk transaksi yang dilakukan oleh PT Karya
Megah dengan WenWen Corp-Kamboja adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Pajak Penghasilan Pasal 26. Pengenaan Pasal 26 mengatur mengenai dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri (PT Karya Megah), penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri
(WenWen Corp) selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Atas
pengenaan pembayaran bunga pinjaman melalui Undang-undang Pajak Penghasilan
Pasal 26, maka PT Karya Megah akan memotong pajak sebesar 20%. Tetapi dalam
kontrak dijelaskan bahwa WenWen Corp-Kamboja di Singapura ingin menerima bunga
pinjaman sebesar Rp 200 juta tanpa dipotong pajak. Agar PT Karya Megah tetap
melakukan kewajiban pemotongan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Pasal 26 dan menjalankan kontrak dengan WenWen Corp-Kamboja, maka PT Karya
Megah melakukan perhitungan pengenaan bunga pinjaman sebelum pajak. PT Karya
Megah memiliki 2 pilihan perhitungan yaitu bunga pinjaman ditanggung PT Karya
Megah atau dengan mekanisme gross up.
Perhitungan
melalui ditanggung oleh PT Karya Megah adalah mengalikan 20% (tarif
Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 26) dengan Rp 200 juta sehingga didapatkan
Rp 40 juta. Rp 40 juta inilah yang akan ditanggung oleh PT Karya Megah sebagai
kewajiban pemotongan atas transaksi tersebut. Tetapi, proses perhitungan ini
bersifat natura benefit in kind
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai beban dari PT Karya Megah untuk
pengurang pajak dalam peritungan pajak penghasilan yang terhutang. Mekanisme
perhitungan kedua yang dapat dilakukan oleh PT Karya Megah adalah dengan metode
gross up. Perhitungan ini dengan
mengalikan 100/80 dengan Rp 200 juta sehingga didapatkan Rp 50 juta. Rp 50 juta
yang dibayarkan oleh PT Karya Megah ini dapat dijadikan sebagai beban untuk
pengurang pajak penghasilan badan dari PT Karya Megah.
Kedua mekanisme perhitungan ini
merupakan pilihan yang dapat dipilih oleh perusahaan sesuai dengan kondisi
perusahaan atau dapat dijadikan sebagai tax
planning. Perusahaan memilih penanggungan sendiri bunga pinjaman pada saat
perusahaan sedang mengalami kerugian. Sedangkan mekanisme gross up dapat dipilih perusahaan pada saat perusahaan mengalami
kondisi profit atau laba, mengingat
dengan digunakannya metode gross up maka jumlah pembayaran pajak dapat
dijadikan deductible expense sehingga
dapat mengurangi laba yang didapat oleh perusahan.
Selain memotong, dan membayarkan pajak,
pihak PT Karya Megah juga berkewajiban untuk melaporkan atas pembayaran
tersebut. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan. Dalam Pasal 10 PMK tersebut
dijelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang ditunjuk sebagai
pemotong atau pemungut PPh wajib melakukan pelaporan yang salah satunya atas
PPh Pasal 26. Dalam pasal tersebut, PT Karya Megah berkewajiban untuk
melaporkan SPT Masa tersebut paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Selain itu perihal dokumen yang harus dilampirkan dalam pelaporan SPT, diatur
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP – 214/PJ/2001 tentang
Keterangan Dan/Atau Dokumen Lain Yang Harus Dilampirkan Dalam Surat Pemberitahuan.
Dalam peraturan tersebut tepatnya dalam pasal 8 disebutkan bahwa dokumen yang
harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pasal 26 antara lain:
1.
Surat Setoran Pajak sebagai bukti
pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26 yang harus disetor.
2.
Surat Kuasa Khusus, dalam hal Surat Pemberitahuan
Masa ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak.
3.
Daftar bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26.
4.
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 23 dan Pasal 26.
5.
Fotokopi Surat Keterangan Domisili
yang masih berlaku, dalam hal Pajak Penghasilan Pasal 26 dihitung berdasarkan
tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam
pelaporan yang dilakukan oleh PT Karya Megah, tidak perlu melampirkan fotokopi
Certificate of Domicile (COD) mengingat transaksi dilakukan oleh non-treaty partner.
4.2 Transaksi Pembayaran Fee atas Pemakaian
Jasa Konsultan Pemasaran oleh PT Karya Megah kepada GREAT
Corp – Singapura
Pada kasus
kedua, terdapat transaksi antara Great International Corp Singapura dan PT
Karya Megah Indonesia. Great International Corp Singapura merupakan resident
singapura, sehingga berdasarkan Tax Treaty Indonesia – Singapura article 1 Personal Scope, atas transaksi Great
International Corp Singapura dengan PT Karya Megah Indonesia dapat menggunakan
Tax Treaty Indonesia – Singapura. Berdasarkan Tax Treaty Indonesia - Singapura
article 5 tentang Permanent Establishment paragraph 2 poin i atas pemakaian
jasa konsultan pemasaran tersebut telah melebihi time test (lebih dari 90 hari)
sehingga Great Corp - Singapura tersebut dianggap memiliki BUT di Indonesia.
Atas keberadaan BUT di Indonesia tersebut maka sesuai dengan Tax Treaty
Indonesia - Singapura article 7 tentang Business
Profits paragraf 1 bahwa hak pemajakan atas penghasilan jasa konsultan
pemasaran hanya dapat dipajaki di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut,
Singapura tidak memiliki hak pemajakan atas pembayaran fee pemakaian jasa
konsultan pemasaran yang diterima oleh Great Corp. Berdasarkan Tax Treaty
Indonesia - Singapura article 5 tentang Permanent Establishment paragraph 2
poin i atas pemakaian jasa konsultan pemasaran tersebut telah melebihi time
test (lebih dari 90 hari) sehingga
Jika dilihat dari sisi PT Karya
Megah Indonesia, Great International Corp - Singapura tersebut dianggap
memiliki BUT di Indonesia. Atas keberadaan BUT di Indonesia tersebut maka
sesuai dengan Tax Treaty Indonesia - Singapura article 7 tentang Business
Profits paragraf 1 bahwa hak pemajakan atas penghasilan jasa konsultan
pemasaran hanya dapat dipajaki di Indonesia. Atas dianggapnya Great Corp
sebagai BUT maka pengenaan kewajiban perpajakan dipersamakan dengan Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN). Status perpajakan sebagai WPDN maka pengenaan pajak atas
transaksi pemakaian jasa konsultan pemasaran diatur dalam Undang-Undang No.36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 dengan
tarif 2% dari Rp 400 juta, sehingga PT Karya Megah memotong PPh Pasal 23
sebesar Rp 8 juta.
Sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) huruf
a atas pemakaian jasa konsultan pemasaran tersebut dapat dibiayakan oleh PT
Karya Megah dan PT Karya Megah wajib melampirkan Form DGT-1 sebagaimana diatur
DGT-1 diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1). Atas
pengenaan pajak terhadap fee pemakaian jasa konsultan di Indonesia, maka PT
Karya Megah memiliki kewajiban perpajakan yaitu melakukan pemotongan pajak untuk
fee pemakaian jasa konsultan serta membuat bukti potong Pasal 23.
Berdasarkan Undang-Undang No.28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 3, PT
Karya Megah wajib melaksanakan kewajiban perpajakan nya yaitu melaporkan atas
pemotongan pajak fee pemakaian jasa konsultan melalui Surat Pemberitahuan Masa.
Hal tersebut selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT). Adanya
kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan pada PT Karya Megah maka harus
dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan Masa. Hal ini diatur berdasarkan pada
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 214/PJ./2001 TentangKeterangan
Dan Atau Dokumen Lain Yang Harus Dilampirkan Dalam Surat Pemberitahuan Pasal 8.
3.3 Pembayaran Bunga Pinjaman oleh PT Karya
Megah kepada Global Finance BV Netherland
PT Karya Megah melakukan
transaksi pembayaran bunga pinjaman kepada Global Finance BV sebesar 500 juta
rupiah. Kontrak pinjaman antara kedua belah pihak tersebut dilakukan dalam
jangka waktu 2 tahun dengan pokok pinjaman sebesar 10 milyar rupiah dengan bunga
per annum sebesar 15% dari besar pokok pinjaman.
Pada umumnya, pembayaran bunga
pinjaman yang dilakukan oleh PT Karya Megah dikenakan PPh sesuai dengan
peraturan perpajakan di Indonesia. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (1) huruf b dengan tarif 20%.
Namun, ketentuan tersebut tidak dapat diberlakukan karena status dari pihak
yang bertransaksi dengan PT Karya Megah. Global Finance BV adalah resident dari negara Belanda yang
merupakan treaty partner Indonesia.
Oleh karena itu, Global Finance BV dapat menggunakan fasilitas di dalam Tax
Treaty Indonesia-Belanda.
Menurut Tax Treaty
Indonesia-Belanda Art. 11 Par. 2 mengenai Interest,
Indonesia memiliki hak pemajakan atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT
Karya Megah kepada Global Finance BV dengan batasan tarif tidak lebih dari 10%
dari jumlah bruto bunga pinjaman tersebut. Namun, menurut Tax Treaty
Indonesia-Belanda Art. 11 Par. 4, bunga pinjaman tersebut hanya dapat dipajaki
oleh Belanda jika:
(1) Global Finance BV merupakan beneficial owner.
(2) Pinjaman tersebut dilakukan
dalam jangka waktu lebih dari 2 tahun.
Syarat (2) telah terpenuhi
karena kontrak pinjaman antara PT Karya Megah dan Global Finance BV dilakukan
dalam jangka waktu 3 tahun (lebih dari 2 tahun). Untuk memenuhi syarat (1),
Global Finance BV harus menyertakan Form DGT-1 untuk membuktikan kedudukannya
sebagai beneficial owner sesuai
dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Pasal 4 ayat (5).
Form DGT-1 merupakan Surat
Keterangan Domisili yang digunakan oleh WPLN yang menerima dan/atau memperoleh
penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi
pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar
modal di Indonesia, selain bunga dan dividen.
Form DGT-1 harus diselenggarakan sesuai dengan ketentuan dalam lampiran
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara
Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.Fasilitas zero rate pada bunga pinjaman dengan
jangka waktu lebih dari 2 tahun merupakan ketentuan yang menjadi ciri dari Tax
Treaty antara Indonesia dan Belanda. Ketentuan tersebut membuat Indonesia tidak
memiliki hak pemajakan atas bunga pinjaman tersebut. Hak pemajakan dimiliki
sepenuhnya oleh Belanda.
Namun, syarat adminstrasi yang
disyaratkan dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-24/PJ/2010 harus dipenuhi untuk mendapatkan fasilitas zero rate tersebut. Jika
Global Finance BV tidak dapat melampirkan Form DGT-1, bunga pinjaman tersebut
akan dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan perpajakan Indonesia. Hal tersebut
diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26
ayat (1) huruf b dengan tarif 20%.
Berdasarkan Undang-Undang
No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 3,
PT Karya Megah wajib melaksanakan kewajiban perpajakan nya yaitu melaporkan
atas pemotongan pajak bunga pinjaman melalui Surat Pemberitahuan Masa. Hal
tersebut selanjutnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per –
04/PJ/2017 Tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian Dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 Dan/Atau Pasal 26 Serta Bentuk
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Dan/Atau Pasal 26.
Adanya kewajiban pemotongan
Pajak Penghasilan oleh PT Karya Megah maka harus dilampirkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa. Hal ini diatur berdasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep - 214/PJ./2001Tentang Keterangan Dan Atau Dokumen Lain Yang
Harus Dilampirkan Dalam Surat Pemberitahuan Pasal 8.
Pada Undang-Undang No.36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) huruf a no.3, beban bunga
pinjaman yang dibayarkan oleh PT Karya Megah kepada Global Finance BV
Netherland dapat dibiayakan sebagai pengurang untuk pajak terutang pada Pajak
Penghasilan Badan PT Karya Megah apabila berkaitan dengan mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan.
3.4 Transaksi Pembayaran Fee atas Pemakaian Jasa
Teknik dan Fee atas Penugasan Karyawan oleh PT Karya Megah Kepada Lim Lim Corp, Singapura
Pada
kasus keempat yang menjadi pointers
atau kata kunci adalah transaksi atas pemakaian jasa teknik yang dilakukan
dengan Lim Lim Corp Singapura (resident Singapura). Untuk melaksanakan jasa tersebut, Lim Lim
Corp menugaskan Pak Budiman (resident Indonesia) dari tanggal 15 Juli sampai
dengan 30 Agustus 2016 dan Mr. Carey
(resident Amerika) dari tanggal 1 Agustus sampai dengan 20 September 2016. Hal
pertama yang dapat dilakukan untuk mengetahui perlakuan hak pemajakan bagi Lim
Lim Corp Singapura, kita harus mengetahui apakah Lim Lim Corp Singapura
merupakan BUT Indonesia atau bukan.
Mengacu pada Tax Treaty Indonesia – Singapura
Article 5 mengenai Permanent Establishment atau Badan Usaha Tetap (BUT) paragraph 2 huruf i menyebutkan bahwa
untuk semua jenis jasa, time test
yang diatur yaitu melebihi 90 hari dalam kurun waktu 12 bulan. Sementara,
pemberian jasa teknik yang dilakukan oleh Lim Lim Corp tidak memenuhi time test karena tidak mencapai 90 hari.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Pak Budiman dan Mr. Carey dilakukan dalam kurun
waktu 68 hari. Maka dari itu, ketentuan tentang Business Profits seperti yang
tercantum dalam Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 7 tidak berlaku. Oleh
karena itu, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Lim Lim Corp tidak mempunyai
BUT di Indonesia. Atas hal tersebut, Indonesia tidak memiliki hak pemajakan
atas Lim Lim Corp. Dengan demikian, ketentuan perpajakan Lim Lim Corp
disesuaikan menurut ketentuan hukum domestik Negara Singapura.
Kedua,
jika melihat pengenaan perpajakan dari sisi karyawan Lim Lim Corp yaitu Pak Budiman dan Mr.
Carey kita dapat mengacu pada Tax Treaty Indonesia – Singapura Article 14 yang
mengatur mengenai Dependent Personal Services. Dalam Article 14 paragraf 2
disebutkan beberapa syarat kumulatif, diantaranya:
1. Penerima gaji, upah atau
remunerasi berada di Negara Indonesia pada suatu jangka waktu yang tidak melebihi 183 hari dalam tahun
kalender yang bersangkutan; Berdasarkan kasus Pak Budiman dan Mr. Carey
melakukan pekerjaan di Indonesia dalam kurun waktu 68 hari atau < 183 hari.
2. Remunerasi dibayar oleh
atau atas nama pemberi kerja yang merupakan penduduk Negara Singapura; Gaji
karyawan dibayarkan oleh Lim Lim Corp Singapura.
3. Remunerasi tersebut tidak
dibebankan pada bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan pemberi kerja
di Negara Indonesia; Lim Lim Corp Singapura tidak mempunyai BUT di Indonesia.
Mengacu
pada analisis diatas, maka dapat diketahui syarat-syarat kumulatif tersebut
telah terpenuhi. Dengan terpenuhinya syarat kumulatif tersebut, sesuai dengan
isi Article 14 paragraf 2 maka yang dapat memajaki karyawan Lim Lim Corp
tersebut hanya negara Singapura. Maka dari itu, Indonesia tidak mempunyai hak
pemajakan atas karyawan Lim Lim Corp tersebut. Perlakuan pemajakan atas Pak
Budiman dan Mr. Carey sepenuhnya diserahkan sesuai dengan hukum domestik Negara
Singapura. Sedangkan, untuk Pak Budiman yang statusnya sebagai Warga Negara
Indonesia (WNI), pada akhir tahun wajib melaporkan SPT PPh Orang Pribadi dengan
memasukkan segala penghasilan yang diperoleh baik dari dalam negeri (Indonesia)
dan dari luar negeri (Singapura) sesuai dengan konsep Worldwide Income (WWI).
Penghasilan
yang telah dipotong di Negara Singapura tersebut dapat dilampirkan pada SPT PPh
Orang Pribadi dan dapat dijadikan Kredit Pajak Luar Negeri bagi Pak Budiman sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Pasal 24. Mekanisme pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri
dijelaskan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002
(KMK 164/2002) tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Teknis proses pengkreditan
pajak luar negeri diatur dalam Pasal 2 poin 1, 2 dan 3, yakni sebagai berikut:
·
PPh Pasal 24 dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia.
·
PPh Pasal 24 dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari
luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
·
Jumlah kredit pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh
melebihi jumlah tertentu.
Sementara
itu, dalam Pasal 4 KMK 164/2002, dikatakan bahwa untuk melaksanakan
pengkreditan PPh Pasal 24, Wajib Pajak diharuskan menyampaikan permohonan ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh,
dilampiri dengan:
·
Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
·
Fotokopi SPT yang disampaikan di luar negeri
·
Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
4.5 Transaksi Pembayaran Formula Pembuatan Produk
Susu Kaleng danJasa Technical Assistant oleh PT Karya Megah Kepada Sweety
Corporation – Australia
PT
Karya Megah melakukan transaksi dengan Sweety Corporation – Australia yaitu membayar
formula pembuatanproduksusukalengkepadaSweety Corporation –Australia sebesarRp 600 juta. Dalam rangka praktik pembuatan produk tersebut Sweety
Corporation juga diminta untuk memberikan technical assistant dengan mendatangkan tenaga ahli selama 30 hari
dengan fee sebesar Rp 100 juta.
Transaksi
antara PT Karya Megah dan Sweety Corporation – Australia merupakan transaksi
antara residen Indonesia dan Australia sehingga atas transaksi yang terjadi
antara kedua perusahaan tersebut dapat menggunakan Tax Treaty Indonesia dan
Australia sebagimana Tax Treaty Indonesia -
Australia, Article 1 tentang Personal Scope. Berdasarkan
Tax Treaty Indonesia - Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 3
huruf (a), pembayaran yang dilakukan oleh PT Karya Megah terhadap Sweety
Corporation atas formula pembuatan produk susu kaleng tersebut merupakan
pembayaran royalti. Hal ini sebagaimana bunyi Tax Treaty Indonesia - Australia,
Article 12 tentang Royalties paragraph 3 huruf (a):
“3. The term "royalties" in this Article means payments,
whether periodical or not, and however described or computed, to the extent to
which they are made as consideration for:
(a)
the use of, or
the right to use, any copyright, patent, design or model, plan, secret formula
or process, trademark or other like property or right;”
Berdasarkan bunyi artikel tersebut, makna royalti merujuk pada
pembayaran atas penggunaan hak guna, copyright,
paten, desain atau model, perencanaan, formula rahasia atau proses, trademark atau jenis properti atau hak
lainnya. Transaksi yang terjadi antara PT Karya Megah dan Sweety Corporation
adalah pembayaran formula pembuatan produk susu kaleng oleh PT Karya Megah
kepada Sweety Corporation, yang mana transaksi tersebut dapat dikategorikan
sebagai pembayaran royalti sebagaimana yang dimaksud oleh Tax Treaty Indonesia
- Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 3 huruf (a).
Hak pemajakan atas pembayaran royalti ini diatur dalam Tax Treaty
Indonesia - Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 1bahwa hak
pemajakan penuh atas royalti diberikan kepada negara residen perusahaan yang
menerima hak dan manfaat tersebut, yaitu Australia. Australia dapat mengenakan
pajak atas royalti tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
domestiknya. Sedangkan negara lainnya, yaitu Indonesia juga dapat mengenakan
pajak atas royalti tersebut dengan ketentuan dalam Tax Treaty Indonesia -
Australia, Article 12 tentang Royalties paragraph 2 huruf (b) bahwa Indonesia
memiliki hak pemajakan dengan tarif tidak lebih dari 15%. Oleh karena itu,
Indonesia berhak mengenakan pajak dengan tarif 15% dikalikan dengan Rp 600
juta, sehingga Indonesia berhak atas pajak sejumlah Rp 90 juta.
Selain pembayaran formula susu, PT Karya Megah juga membayar atas technical assistant dalam rangka praktik pembuatan produk susu kaleng
tersebut dengan mendatangkan ahli selama 30 hari dengan fee sebesar Rp 100
juta. Berdasarkan ketentuan Tax Treaty Indonesia - Australia, Article 12 tentang
Royalties paragraf 3 huruf (d) atas fee technical
assistant tersebut merupakan pembayaran royalti. Hal ini dikarenakan
pemberian assistant tersebut
menyangkut penerapan formula susu kaleng tersebut. Dalam artikel ini diperjelas
bahwa atas technical assistant dalam
penerapan penggunaan formula adalah technical
assistant penerapan awal penggunaan formula tersebut, sebagaimana bunyi Tax
Treaty Indonesia - Australia, Article
12 tentang Royalties paragraf 3 huruf
(d):
“3. The term "royalties" in this Article means payments,
whether periodical or not, and however described or computed, to the extent to
which they are made as consideration for:
....
(d) the supply of any assistance that is ancillary
and subsidiary to, and is furnished as a means of enabling the initial
application of, any such property or right as is mentioned in subparagraph (a),
any such equipment as is mentioned in subparagraph (b) or any such knowledge or
information as is mentioned in subparagraph (c);”.
Artikel tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud royalti adalah pembayaran
atas penyediaan assistance apapun
atas penerapan awal properti atau hak yang disebutkan dalam huruf (a), yaitu
salah satunya formula. Oleh karena itu, atas transaksi pembayaran feetechnical assistant pembuatan produk
susu kaleng dengan asumsi masih penerapan awal maka atas pembayaran tersebut
merupakan pembayaran royalti sebagaimana yang dimaksud dalam Tax Treaty Indonesia - Australia, Article 12 tentang Royalties paragraf 3 huruf (d).
Sebagaimana diatur dalam Tax Treaty Indonesia - Australia, Article 12 tentang
Royalties paragraph 1, Indonesia memiliki hak pemajakan atas royalti tersbeut
sesuai dengan ketentuan Tax Treaty Indonesia - Australia, article 12 tentang Royalties paragraf 2 huruf (a) dengan
tarif tidak lebih dari 10%. Oleh karena itu, Indonesia berhak mengenakan pajak
dengan tarif 10% dikalikan dengan Rp 100 juta, sehingga Indonesia berhak atas
pajak sejumlah Rp 10 juta.
Apabila atas transaksi pembayaran technical assistant pembuatan susu kaleng tersebut bukan termasuk
dalam penerapan awal maka tidak lagi diterapkan ketentuan Tax Treaty Indonesia - Australia, Article 12 tentang Royalties paragraf 3 huruf (d). Technical assistantyang bukan penerapan
awal akan diterapkan ketentuan TaxTreaty
Indonesia - Australia, Article 5 tentang Permanent Establishment
paragraf 2 huruf (j) untuk menentukan apakah atas pemberian technical assistant tersebut menimbulkan
BUT atau tidak. Sweety Corporation mendatangkan tenaga ahli dalam rangka technical assistant selama 30 hari
dengan asumsi bukanlah penerapan awal, sehingga berdasarkan TaxTreaty Indonesia - Australia, Article 5 tentang Permanent
Establishment paragraf 2 huruf (j) bahwa atas technical assistant yang diberikan Sweety Corp dalam rangka
pembuatan produk susu kaleng tersebut tidak menimbulkan BUT karena tidak
memenuhi ketentuan time test yaitu
lebih dari 120 hari dalam 12 bulan. Oleh karena itu, berdasarkan TaxTreaty Indonesia - Australia, Article 5 tentang Permanent
Establishment paragraf 1, Indonesia tidak dapat mengenakan pajak atas penghasilan
technical assistant Sweety
Corporation karena tidak terdapat BUT di Indonesia.
Dalam penerapan Tax Treaty, diperlukan keberadaan Surat Keterangan
Domisili (SKD) sebagai sarana untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak merupakan resident(wajib pajak dalam negeri) pada
negara treaty partner. Landasan hukum
yang mengatur lengkap tentang SKD ini adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-24/PJ/2010 Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-61/PJ./2009 Tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda. Pada kenyataannya, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010
telah diperbarui pada 19 Juni 2017. Akan tetapi peraturan terbaru belum bisa
diterapkan karena menyesuaikan dengan kasus yang terjadi di tahun 2016. Dalam
ketentuan tersebut pengertian SKD adalah formulir yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang telah diisi dengan lengkap dan telah ditandatangani
oleh wajib pajak luar negeri, serta telah disahkan oleh pejabat pajak yang
berwenang di negara mitra.
Terdapat dua jenis SKD yang bisa digunakan, yakni Form – DGT 1 dan
Form DGT – 2. Penggunaan Form - DGT 2 diatur dalam hal-hal tertentu sebagai
berikut:
- WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen;
- WPLN bank; atau
- WPLN yang berbentuk dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B Indonesia dan merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
Kesimpulannya, Sweety Corporation harus melampirkan Form – DGT 1
untuk dapat memanfaatkan Tax Treaty Indonesia – Australia karena bukan
merupakan Wajib Pajak seperti tertulis di atas. Adapun persyaratan
administratif yang perlu dipenuhi dalam Form - DGT 1 untuk PT Karya Megah juga
diatur lebih mendalam pada peraturan tersebut.
Atas
biaya yang dikeluarkan PT Karya Megah untuk pembayaran royalti atas formula dan
technical assistant kepada Sweety
Corporation – Australia tersebut dapat dijadikan sebagai biaya 3M, dengan
catatan PT Karya Megah bergerak dibidang perdagangan susu kaleng, sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6
ayat 1 huruf (a).
Hak pemajakan terbatas yang dimiliki Indonesia atas royalti
formula susu kaleng dan technical
assistant tersebut di atas tergolong dalam Pajak Penghasilan Pasal 26. Hal
ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 26 yakni penghasilan yang dibayarkan subjek pajak dalam negeri dengan
Wajib Pajak luar negeri selain BUT di Indonesia. Pihak yang bertransaksi pada
konteks ini adalah PT Karya Megah sebagai subjek pajak dalam negeri dan Sweety
Corp yang tidak memiliki BUT di Indonesia. Penghasilan yang tergolong PPh Pasal
26 ini adalah ayat (1) huruf c dan huruf d.
“Atas
penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
c.
royalti,
sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.
imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan”
PT Karya Megah wajib membayar atau menyetor PPh Pasal 26 sebesar
10% dari pembayaran royalti kepada Sweety Corp senilai Rp 10 juta menggunakan
Surat Setoran Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 10. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 9, Menteri Keuangan menentukan
tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Pasal 2 ayat 7, bahwa PT
Karya Megah harus membayar dan menyetor PPh Pasal 26 paling lama 10 hari
setelah Masa Pajak berakhir. Apabila diasumsikan terjadi pada Masa Pajak Maret
2016, maka pembayaran dan penyetoran pajak PPh Pasal 26 paling lama adalah
tanggal 10 April 2016.
Setelah
melaksanakan kewajiban perpajakan dalam memotong dan menyetorkan PPh Pasal 26,
PT Karya Megah wajib melaksanakan kewajiban perpajakan melapor atas pemotongan
pajak royalti melalui Surat Pemberitahuan Masa sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal
3 ayat 1 dan pasal 4 ayat 1. Dalam pelaporannya, PT Karya Megah harus mengisi
Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PT Karya
Megah terdaftar atau dikukuhkan.Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Masa oleh PT Karya Megah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 3 ayat 3 angka 1, yakni paling
lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak. Dengan asumsi Masa Pajak adalah Maret
2016 maka disampaikannya SPT Masa paling lama adalah tanggal 20 April 2016.
Penyampaian
laporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak di atas diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER - 01/PJ/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 Dan/Atau Pasal 26 Serta Bukti
Pemotongan/ Pemungutannya yang diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor Kep - 214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen
Lain yang Harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan.
Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185
Comments
Post a Comment
Your comments help me improving my papers; therefore, I'm going to be glad receiving your advice. Thanks for visiting my blog.