MAKALAH KELOMPOK PERTEMUAN 7
SEMINAR PERPAJAKAN
Materi : Passive Income
Tanggal 15 November
2017
Dosen : Iman Santoso
Kelompok 4
Adhayu
Kartika Utami (1406540673)
Beby
Sundari
(1406578956)
Dwi Riza
Kurnia (1406540736)
Ismail Khozen (1406619520)
Nabila
Atrisya Zuhri (1406572561)
Noviana
Budi Utami (1406540793)
Roma
Shendry Agatha (1406566571)
FAKULTAS
ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI FISKAL REGULER
DEPOK
UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER
2017
BAB 1
GAMBARAN KASUS
Detroit Rock Electrical, Inc. (DREI)
suatu perusahaan multinasional yang berkedudukan di USA, menandatangani kontrak
lisensi dengan PT. Elektronika Indonesia Elok (EIE) di Karawang untuk suatu
pemakaian merk dagang (trade mark) barang elektronik. Di dalam kontrak,
disebutkan bahwa DREI berhak menerima imbalan sebesar 2.5% dari total penjualan
EIE setiap tahunnya ditambah flat rate
royalty sebesar USD 25,000 per triwulan.
Selain itu, DREI juga memberikan
pinjaman sebesar USD 10,000,000 kepada EIE dengan tingkat bunga 15% per tahun (Catatan: EIE adalah anak perusahaan DREI
dimana porsi kepemilikan saham DREI pada EIE adalah 70%, dengan modal yang
ditempatkan sebesar USD 70,000,000 dan telah disetor penuh sebesar USD USD
65,000,000. Asumsi tingkat suku bunga wajar menurut data kompilasi BI di tahun
ybs adalah 12.5% per tahun).
Berikut adalah informasi keuangan
dan transaksi yang terjadi di tahun ybs:
- Laporan Keuangan EIE yang telah diaudit oleh Independent External Auditor menunjukkan angka sbb (dalam jutaan USD):
Total Penjualan 15,000
Harga
Pokok Penjualan
(6,000)*
Gross
Margin 9,000
Biaya
Penjualan (3,000)
Biaya Umum
dan Administrasi (2,000)
Laba
Bersih Usaha 4,000
Kompensasi
rugi (2,500)**
Laba Kena Pajak 1,500
* Di dalamnya telah termasuk biaya pembayaran
royalty dan bunga pinjaman kepada DREI sebagaimana ilustrasi di atas.
**Kerugian
fiskal menurut SPT tahun lalu adalah USD 1,750 juta, sedang menurut hasil
pemeriksaan pajak Pihak KPP yang tertuang dalam SKPLB adalah USD 1,000 juta.
EIE tidak mengajukan keberatan atas SKPLB tersebut.
- Komposisi kepemilikan saham EIE adalah sebagai berikut:
- PT.
Listrik ByarPet Indonesia (LBI) 25%
- Bpk.
Ahlidun Kabel Silitonga (AKS)
5%
Berdasarkan RUPS, di tahun ybs, EIE akan membagikan 70% laba
setelah pajaknya sebagai dividen kepada seluruh pemegang sahamnya sebanding
dengan kepemilikan sahamnya.
BAB 2
PERMASALAHAN KASUS
- Hitung PPh Badan yang terutang oleh EIE di tahun yang bersangkutan dengan menampilkan rekonsiliasi fiskalnya!
- Hitung kewajiban pemotongan pajak yang terkait dengan pembayaran royalty, bunga pinjaman, dan dividen yang harus dilakukan oleh EIE di tahun yang bersangkutan! (Harap disebutkan jenis pemotongan pajaknya, tarif PPh pemotongan dan dasar regulasinya, dasar pengenaan PPh pemotongannya, dan batas waktu pembayaran dan pelunasannya dalam satu tabel apabila diasumsikan pembagian dividen dilakukan di Januari 2018 dan pembayaran royalty dan bunga pinjaman dilakukan di Desember 2017!)
BAB 3
PERATURAN PERPAJAKAN TERKAIT DENGAN KASUS
Dalam
membahas permasalahan kasus yang terdapat pada Bab 2, perlu untuk memperhatikan
peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus pada Bab 1. Inventarisasi
peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus terangkum dalam Bab 3
sebagai berikut.
1. Pembayaran Royalti
a. Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 13 tentang Royalties;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
c. PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata
Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
d. PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang
Surat Pemberitahuan (SPT).
2. Bunga Pinjaman
a. Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 12 par. (1); (2); dan (5) tentang
Interest;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
c. PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata
Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
d. PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang
Surat Pemberitahuan (SPT).
3. Dividen
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
b. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
c. Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 11 par. (2) tentang Dividends;
d. PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata
Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
e. PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang
Surat Pemberitahuan (SPT).
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
1.
PPh Badan dan Rekonsiliasi
Penghitungan PPh Badan
Laporan Keuangan
|
Komersial (USD)
|
Koreksi (USD)
|
Fiskal (USD)
|
Total Penjualan
|
15.000.000.000
|
|
15.000.000.000
|
Harga Pokok Penjualan
|
(6.000.000.000)
|
875.000
|
(5.999.125.000)
|
Gross Margin
|
9.000.000.000
|
|
9.000.875.000
|
Biaya Penjualan
|
(3.000.000.000)
|
|
(3.000.000.000)
|
Biaya Umum dan Administrasi
|
(2.000.000.000)
|
|
(2.000.000.000)
|
Laba Bersih Usaha
|
4.000.000.000
|
|
4.000.875.000
|
Kompensasi rugi
|
(2.500.000.000)
|
1.500.000.000
|
(1.000.000.000)
|
Laba Kena Pajak
|
1.500.000.000
|
|
3.000.875.000
|
PPh Pasal 17 (25%)
|
750.218.750
|
|
750.218.750
|
Laba Setelah Pajak
|
749.781.250
|
|
2.250.656.250
|
Koreksi
fiskal terhadap Laporan Keuangan PT EIE berkaitan dengan perhitungan HPP dan
Kompensasi rugi. Berikut adalah penghitungan dan penjelasan atas koreksi yang
dilakukan:
Penghitungan koreksi fiskal pada HPP
1. Atas pembayaran royalti, tidak
terdapat koreksi yang perlu dilakukan dikarenakan royalti tersebut dianggap
berkaitan dengan kegiatan 3M (menagih, mendapatkan, dan memelihara) penghasilan
dengan kontrak yang berfungsi sebagai lisensi. Eksistensi royalti dapat
dibuktikan dengan kontrak dan menghasilkan manfaat ekonomis, seperti memperoleh
pendapatan dari penyerahan/penjualan barang dan/atau jasa, penghematan biaya,
ataupun manfaat ekonomis lainnya. Diasumsikan pula beneficial owner atas pembayaran royalti tersebut adalah DREI dan
penentuan tarif atau harga sudah sesuai dengan prinsip kewajaran. Sehingga atas
transaksi ini tidak terjadi koreksi atau penyesuaian fiskal.
- Koreksi atas bunga pinjaman
Untuk
menentukkan jumlah bunga yang boleh dikurangkan, perlu dilakukan analisis
antara modal yang disetor dan jumlah pinjaman yang diberikan. Pada kasus ini,
DREI memiliki hubungan istimewa berbentuk penguasaan atas PT EIE, yakni
penyertaan modal langsung dengan dasar hukum Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disingkat UU PPh).
Sehingga, atas transaksi antara DREI dan PT EIE harus sesuai dengan prinsip
kewajaran, termasuk di dalamnya pinjaman. Merujuk pada Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 Tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus
Transfer Pricing (Seri TP-1) jo. SE-50/PJ/2013 Tentang Petunjuk Teknis
Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, terdapat
koreksi atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE. Perhitungan antara
modal dan pinjaman dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Modal Seharusnya disetor
|
70.000.000
|
Modal telah disetor
|
( 65.000.000 )
|
Modal Kurang disetor
|
5.000.000
|
Pinjaman
|
10.000.000
|
Modal Kurang disetor
|
( 5.000.000 )
|
Pinjaman Yang boleh diakui
|
5.000.000
|
DREI
menempatkan modalnya pada EIE sebesar USD 70.000.000, tetapi yang baru disetor
penuh adalah sebesar USD 65.000.000, sehingga modal yang kurang disetor sebesar
USD 5.000.000. Di tengah kondisi modal yang kurang disetor, DREI juga
memberikan pinjaman kepada EIE sebesar USD 10.000.000. Hal ini menyebabkan
pinjaman yang dapat diakui hanya sebesar USD 5.000.000, dan sisanya sebesar USD
5.000.000 dianggap sebagai bentuk penyertaan modal. Koreksi ini akan berdampak
pada penghitungan bunga pinjaman secara komersial dan fiskal. Secara komersial,
bunga pinjaman diakui sebesar USD 1.500.000, sedangkan secara fiskal bunga
pinjaman diakui sebesar USD 625.000 sehingga terdapat selisih sebesar USD
875.000 yang harus dikoreksi positif karena mengindikasikan adanya dividen
terselubung. Berikut penghitungannya:
Beban Bunga
|
Komersial
|
Fiskal
|
Koreksi
|
Penghitungan
|
15%*USD 10.000.000
|
12,5%*USD 5.000.000
|
USD 1.500.000 - USD 625.000
|
Hasil
|
= USD 1.500.000
|
= USD 625.000
|
= USD 875.000
|
Merujuk
Pasal 18 ayat (3) dalam Surat Edaran yang telah disebutkan di atas, fiskus
berhak menentukan utang sebagai modal dan adanya indikasi modal terselubung.
Dengan demikian, fiskus akan mengkategorisasi pinjaman tersebut sebagai modal
yang belum disetor, mengoreksi pembebanan bunga pinjaman tersebut sebagai
dividen dan melakukan pemotongan Pajak Penghasilan.
- Penghitungan koreksi fiskal pada kompensasi kerugian
PT
EIE mengklaim kompensasi kerugian sebesar USD 1,750,000,000 yang sebagian tidak
dapat dijadikan deductable expenses.
Namun, kompensasi kerugian yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang hanya
sebesar USD 1,000,000,00, karena kompensasi kerugian yang dapat diperhitungkan
adalah kompensasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan yang diterbitkan dalam
bentuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang telah diaudit oleh
fiskus. Dalam kasus ini, pihak Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas
SKPLB yang diterbitkan tersebut sehingga atas kompensasi kerugian tersebut akan
dikoreksi positif sebesar USD 1,500,000,000. Dengan demikian, kompensasi
kerugian yang dapat diperhitungkan untuk mengurangi laba kena pajak adalah
sebesar USD 1,000,000 (yakni USD 2,500,000,000 dikurangi dengan penyesuaian
fiskal sebesar USD 1,500,000,000).
Sesuai
dengan Pasal 6 Ayat (2) UU PPh menyatakan bahwa “Apabila penghasilan bruto
setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian,
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.” Dengan demikian, Wajib
Pajak yang melakukan pembukuan mengalami kerugian dalam negeri, memiliki hak
untuk mengompensasikan kerugiannya pada laba di tahun pajak berikutnya hingga 5
tahun mendatang. Dalam kasus ini, apabila terjadi kerugian terjadi di luar
negeri tidak dapat dikompensasikan dengan laba dalam negeri.
2.
Kewajiban pemotongan pajak yang
terkait dengan pembayaran royalti, bunga pinjaman, dan dividen
Kewajiban
pemotongan pajak terkait pembayaran royalti, bunga pinjaman, dan dividen
berbeda-beda sesuai ketentuan peraturan perpajakannya. Meski begitu, peraturan
mengenai batas pembayaran dan batas pelaporan memiliki dasar peraturan yang
sama, yakni PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Pajak dan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
a. Royalti
Pengenaan
pajak atas pembayaran royalti kepada Wajib Pajak Luar Negeri pada dasarnya
diatur pada Pasal 26 ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dan dikenakan tarif sebesar 20%. Meski begitu, pajak pada kasus ini
tidak dapat dipungut berdasarkan ketentuan tersebut, melainkan berdasarkan P3B
Indonesia - Amerika Serikat sebagai produk lex
specialis yang berlaku. Article
13 par. (1) dan (2) mengatur bahwa negara sumber berhak mengenakan pajak atas
penghasilan royalti yang diterima oleh penduduk Amerika Serikat yang merupakan beneficial owner penghasilan tersebut,
namun tarif pajaknya tidak melebihi 10%. Maka dari itu, pembayaran royalti
kepada DREI dikenakan PPh sebesar 10% dari seluruh penghasilan royaltinya,
perhitungannya ialah sebagai berikut.
Jenis Pemotongan
|
PPh Pasal 26
|
Dasar Pengenaan Pajak
|
= ($ 15.000.000*2,5%)+($ 25.000*4)
=
$ 475.000
|
Tarif
|
10%
|
Pajak Terutang
|
$ 47.500
|
Batas Pembayaran
|
Tanggal 10 setelah masa pajak
berakhir
|
Batas Pelaporan
|
SPT Masa paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
b.
Bunga
Berdasarkan
transaksi pinjaman sebesar USD 10.000.000 yang dilakukan oleh DREI dan EIE,
pinjaman yang boleh diakui hanya sebesar USD 5.000.000 karena sisanya dianggap
sebagai bentuk penyertaan modal karena masih terdapat kekurangan penyetoran
modal dari DREI kepada PT EIE sebesar USD 5.000.000. Ketentuan pada Article 12 ayat (1) dan (2) P3B
Indonesia-Amerika Serikat mengatur bahwa pemerintah Indonesia berhak mengenakan
pajak atas penghasilan bunga pinjaman yang diperoleh penduduk Amerika Serikat
yang merupakan beneficial owner
penghasilan tersebut, namun tarif pajak yang dikenakan tidak melebihi 10%.
Lebih lanjut, Article 12 ayat (5) P3B
Indonesia-Amerika Serikat mengatur bahwa tarif yang tercantum pada P3B hanya
berlaku kepada jumlah pembayaran bunga yang bersifat wajar (sebagaimana yang
akan dibayarkan ke pihak tanpa hubungan istimewa). Jumlah pembayaran yang
melebihi jumlah yang wajar akan dikenakan pajak sesuai dengan hukum domestik
negara sumber, dalam hal ini mengacu kepada Indonesia dan Pasal 26 UU PPh.
Tarif yang diatur dalam pasal tersebut ialah sebesar 20%.
Jenis Pemotongan
|
PPh Pasal 26
|
|
Dasar Pengenaan Pajak
|
= 12,5% x USD 5.000.000
= $ 625.000
|
= 2,5% x USD 5.000.000
= $ 125.000
|
Tarif
|
10%
|
20%
|
Pajak Terutang
|
$ 62.500
|
$ 25.000
|
Total Pajak Terutang
|
$ 87.500
|
|
Batas Pembayaran
|
Tanggal 10 setelah masa pajak
berakhir
|
|
Batas Pelaporan
|
SPT Masa paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
Keterangan
|
Tarif pajak (atas bunga pinjaman
yang dianggap wajar) mengikuti ketentuan pada Art. 12 par. (2) dan (5) P3B
Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.
|
c.
Dividen
PT
EIE akan membagikan dividen kepada ketiga pemegang sahamnya (i.e. DREI, PT PBL, dan Bapak AKS)
sebesar 70% dari laba setelah pajaknya pada tahun tersebut sebanding dengan
kepemilikan saham ketiga pihak tersebut. Maka dari itu, total dividen yang akan
dibagikan ialah sebagai berikut.
Income after tax
|
$ 749.781.250
|
Dividends to be paid (70%)
|
$ 524.846.875
|
1.
Pembayaran dividen kepada DREI
DREI
memiliki 70% saham PT EIE, maka DREI akan mendapatkan 70% dari total dividen
yang akan dibagikan oleh PT EIE. Selain dividen dari laba, DREI juga
mendapatkan penghasilan dividen yang dikarakterisasi ulang oleh DJP dari bunga
pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE atas pinjaman yang diberikan oleh DREI.
Jumlah dividen dari bunga pinjaman tersebut didapatkan dari selisih antara
jumlah bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE ($ 1.500.000) dengan jumlah
bunga yang diperkenankan oleh DJP ($ 625.000), yakni sebesar $ 875.000. Serupa
dengan pembayaran penghasilan pasif lainnya, pengenaan pajak atas penghasilan
ini mengikuti ketentuan pada P3B Indonesia-Amerika Serikat. Tarif yang
digunakan diatur dalam Article 11
par. 2 P3B Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.
Jenis Pemotongan
|
PPh Pasal 26
|
|
Dasar Pengenaan Pajak
|
$ 367.392.813
|
= (15% x USD 10.000.000) - (12,5%
x USD 5.000.000)
= $ 875.000
|
Tarif
|
10%
|
10%
|
Pajak Terutang
|
$ 36.739.281
|
$ 87.500
|
Total Pajak Terutang
|
$ 36.826.781
|
|
Batas Pembayaran
|
Tanggal 10 setelah masa pajak
berakhir
|
|
Batas Pelaporan
|
SPT Masa PPh 23/26 paling lama 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
|
|
Keterangan
|
Tarif mengikuti ketentuan pada
Art. 11 par (2) tentang Dividends
P3B Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.
|
2.
Pembayaran dividen kepada Bapak AKS
Kepemilikan
saham PT EIE oleh Bapak AKS ialah sebesar 5%, maka beliau akan mendapatkan
dividen sebesar 5% dari total dividen yang akan dibagikan oleh PT EIE. Pembayaran
dividen kepada Bapak AKS dikenakan PPh Final sebesar 10% sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Jenis Pemotongan
|
PPh Pasal 4 ayat 2
|
Dasar Pengenaan Pajak
|
$ 26.242.344
|
Tarif
|
10%
|
Pajak Terutang
|
$ 2.624.234
|
Batas Pembayaran
|
Tanggal 10 setelah masa pajak
berakhir
|
Batas Pelaporan
|
SPT Masa PPh Final paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
Masa Pajak berakhir.
|
3.
Pembayaran dividen kepada PT LBI
Kepemilikan
saham PT LBI pada PT EIE ialah sebesar 25% sehingga PT LBI akan mendapatkan 25%
dari total dividen yang akan dibagikan oleh PT EIE. Penghasilan dividen PT LBI
dari PT EIE tidak akan dikenakan pajak karena bukan merupakan objek pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf F UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, yakni sebagai berikut.
“(3) Yang dikecualikan dari objek pajak
adalah:
f. dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas (dalam kasus ini EIE) sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia (dalam kasus ini PT. LBI) dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.”
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.”
Jenis Pemotongan
|
PPh Pasal 4 ayat 3
|
Jumlah Penghasilan
|
$ 131.211.719
|
Tarif
|
-
|
Pajak Terutang
|
-
|
Batas Pembayaran
|
-
|
Batas Pelaporan
|
-
|
Keterangan
|
Pembayaran dividen kepada PT LBI
tidak dipotong Pajak Penghasilan karena penghasilan dividen tersebut bukan
merupakan objek PPh sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (3) huruf f.
Kepemilikan saham PT LBI pada PT EIE sebesar 25% dari jumlah modal yang disetor.
|
Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185
Comments
Post a Comment
Your comments help me improving my papers; therefore, I'm going to be glad receiving your advice. Thanks for visiting my blog.