Skip to main content

Passive Income: Diskusi 15 November 2017


MAKALAH KELOMPOK PERTEMUAN 7
SEMINAR PERPAJAKAN


Materi                : Passive Income
  Tanggal 15 November 2017
Dosen                 : Iman Santoso


Kelompok 4
Adhayu Kartika Utami                       (1406540673)
Beby Sundari                                      (1406578956)
Dwi Riza Kurnia                                 (1406540736)
Ismail Khozen                                     (1406619520)
Nabila Atrisya Zuhri                           (1406572561)
Noviana Budi Utami                           (1406540793)
Roma Shendry Agatha                       (1406566571)



FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI FISKAL REGULER
DEPOK
UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER 2017





BAB 1
GAMBARAN KASUS

Detroit Rock Electrical, Inc. (DREI) suatu perusahaan multinasional yang berkedudukan di USA, menandatangani kontrak lisensi dengan PT. Elektronika Indonesia Elok (EIE) di Karawang untuk suatu pemakaian merk dagang (trade mark)  barang elektronik. Di dalam kontrak, disebutkan bahwa DREI berhak menerima imbalan sebesar 2.5% dari total penjualan EIE setiap tahunnya ditambah flat rate royalty sebesar USD 25,000 per triwulan.
Selain itu, DREI juga memberikan pinjaman sebesar USD 10,000,000 kepada EIE dengan tingkat bunga 15% per tahun (Catatan: EIE adalah anak perusahaan DREI dimana porsi kepemilikan saham DREI pada EIE adalah 70%, dengan modal yang ditempatkan sebesar USD 70,000,000 dan telah disetor penuh sebesar USD USD 65,000,000. Asumsi tingkat suku bunga wajar menurut data kompilasi BI di tahun ybs adalah 12.5% per tahun).

Berikut adalah informasi keuangan dan transaksi yang terjadi di tahun ybs:
  1. Laporan Keuangan EIE yang telah diaudit oleh Independent External Auditor menunjukkan angka sbb (dalam jutaan USD):

Total Penjualan                                               15,000

Harga Pokok Penjualan                                    (6,000)*
Gross Margin                                                    9,000
Biaya Penjualan                                               (3,000)
Biaya Umum dan Administrasi                       (2,000)
Laba Bersih Usaha                                            4,000
Kompensasi rugi                                              (2,500)**
            Laba Kena Pajak                                               1,500

*   Di dalamnya telah termasuk biaya pembayaran royalty dan bunga pinjaman kepada DREI sebagaimana ilustrasi di atas.
**Kerugian fiskal menurut SPT tahun lalu adalah USD 1,750 juta, sedang menurut hasil pemeriksaan pajak Pihak KPP yang tertuang dalam SKPLB adalah USD 1,000 juta. EIE tidak mengajukan keberatan atas SKPLB tersebut.
  1. Komposisi kepemilikan saham EIE adalah sebagai berikut:
- PT. Listrik ByarPet Indonesia (LBI)                        25%
- Bpk. Ahlidun Kabel Silitonga (AKS)                        5%

Berdasarkan RUPS, di tahun ybs, EIE akan membagikan 70% laba setelah pajaknya sebagai dividen kepada seluruh pemegang sahamnya sebanding dengan kepemilikan sahamnya.


BAB 2
PERMASALAHAN KASUS

  1. Hitung PPh Badan yang terutang oleh EIE di tahun yang bersangkutan dengan menampilkan rekonsiliasi fiskalnya!
  2. Hitung kewajiban pemotongan pajak yang terkait dengan pembayaran royalty, bunga pinjaman, dan dividen yang harus dilakukan oleh EIE di tahun yang bersangkutan! (Harap disebutkan jenis pemotongan pajaknya, tarif PPh pemotongan dan dasar regulasinya, dasar pengenaan PPh pemotongannya, dan batas waktu pembayaran dan pelunasannya dalam satu tabel apabila diasumsikan pembagian dividen dilakukan di Januari 2018 dan pembayaran royalty dan bunga pinjaman dilakukan di Desember 2017!) 


BAB 3
PERATURAN PERPAJAKAN TERKAIT DENGAN KASUS

Dalam membahas permasalahan kasus yang terdapat pada Bab 2, perlu untuk memperhatikan peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus pada Bab 1. Inventarisasi peraturan-peraturan perpajakan terkait dengan kasus terangkum dalam Bab 3 sebagai berikut.
1.      Pembayaran Royalti
a.       Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 13 tentang Royalties;
b.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
c.       PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
d.      PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).

2.      Bunga Pinjaman
a.       Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 12 par. (1); (2); dan (5) tentang Interest;
b.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
c.       PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
d.      PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).

3.      Dividen
a.       Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 26;
b.      Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
c.       Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia - Amerika Serikat Art 11 par. (2) tentang Dividends;
d.      PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak; dan
e.       PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).


BAB 4
PEMBAHASAN KASUS

1.      PPh Badan dan Rekonsiliasi
Penghitungan PPh Badan

Laporan Keuangan
Komersial (USD)
 Koreksi (USD)
 Fiskal (USD)
Total Penjualan
15.000.000.000

15.000.000.000
Harga Pokok Penjualan
(6.000.000.000)
875.000
(5.999.125.000)
Gross Margin
9.000.000.000

9.000.875.000
Biaya Penjualan
(3.000.000.000)

(3.000.000.000)
Biaya Umum dan Administrasi
(2.000.000.000)

(2.000.000.000)
Laba Bersih Usaha
4.000.000.000

4.000.875.000
Kompensasi rugi
(2.500.000.000)
1.500.000.000
(1.000.000.000)
Laba Kena Pajak
1.500.000.000

3.000.875.000
PPh Pasal 17 (25%)
750.218.750

750.218.750
Laba Setelah Pajak
749.781.250

2.250.656.250

Koreksi fiskal terhadap Laporan Keuangan PT EIE berkaitan dengan perhitungan HPP dan Kompensasi rugi. Berikut adalah penghitungan dan penjelasan atas koreksi yang dilakukan:
Penghitungan koreksi fiskal pada HPP
1.      Atas pembayaran royalti, tidak terdapat koreksi yang perlu dilakukan dikarenakan royalti tersebut dianggap berkaitan dengan kegiatan 3M (menagih, mendapatkan, dan memelihara) penghasilan dengan kontrak yang berfungsi sebagai lisensi. Eksistensi royalti dapat dibuktikan dengan kontrak dan menghasilkan manfaat ekonomis, seperti memperoleh pendapatan dari penyerahan/penjualan barang dan/atau jasa, penghematan biaya, ataupun manfaat ekonomis lainnya. Diasumsikan pula beneficial owner atas pembayaran royalti tersebut adalah DREI dan penentuan tarif atau harga sudah sesuai dengan prinsip kewajaran. Sehingga atas transaksi ini tidak terjadi koreksi atau penyesuaian fiskal.
  1. Koreksi atas bunga pinjaman
Untuk menentukkan jumlah bunga yang boleh dikurangkan, perlu dilakukan analisis antara modal yang disetor dan jumlah pinjaman yang diberikan. Pada kasus ini, DREI memiliki hubungan istimewa berbentuk penguasaan atas PT EIE, yakni penyertaan modal langsung dengan dasar hukum Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disingkat UU PPh). Sehingga, atas transaksi antara DREI dan PT EIE harus sesuai dengan prinsip kewajaran, termasuk di dalamnya pinjaman. Merujuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 Tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (Seri TP-1) jo. SE-50/PJ/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, terdapat koreksi atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE. Perhitungan antara modal dan pinjaman dijabarkan pada tabel di bawah ini:

Modal Seharusnya disetor
70.000.000
Modal telah disetor
( 65.000.000 )
Modal Kurang disetor
 5.000.000
Pinjaman
 10.000.000
Modal Kurang disetor
( 5.000.000 )
Pinjaman Yang boleh diakui
 5.000.000

DREI menempatkan modalnya pada EIE sebesar USD 70.000.000, tetapi yang baru disetor penuh adalah sebesar USD 65.000.000, sehingga modal yang kurang disetor sebesar USD 5.000.000. Di tengah kondisi modal yang kurang disetor, DREI juga memberikan pinjaman kepada EIE sebesar USD 10.000.000. Hal ini menyebabkan pinjaman yang dapat diakui hanya sebesar USD 5.000.000, dan sisanya sebesar USD 5.000.000 dianggap sebagai bentuk penyertaan modal. Koreksi ini akan berdampak pada penghitungan bunga pinjaman secara komersial dan fiskal. Secara komersial, bunga pinjaman diakui sebesar USD 1.500.000, sedangkan secara fiskal bunga pinjaman diakui sebesar USD 625.000 sehingga terdapat selisih sebesar USD 875.000 yang harus dikoreksi positif karena mengindikasikan adanya dividen terselubung. Berikut penghitungannya:

Beban Bunga
Komersial
Fiskal
Koreksi
Penghitungan
15%*USD 10.000.000
12,5%*USD 5.000.000
USD 1.500.000 - USD 625.000
Hasil
= USD 1.500.000
= USD 625.000
= USD 875.000

Merujuk Pasal 18 ayat (3) dalam Surat Edaran yang telah disebutkan di atas, fiskus berhak menentukan utang sebagai modal dan adanya indikasi modal terselubung. Dengan demikian, fiskus akan mengkategorisasi pinjaman tersebut sebagai modal yang belum disetor, mengoreksi pembebanan bunga pinjaman tersebut sebagai dividen dan melakukan pemotongan Pajak Penghasilan.
  1. Penghitungan koreksi fiskal pada kompensasi kerugian
PT EIE mengklaim kompensasi kerugian sebesar USD 1,750,000,000 yang sebagian tidak dapat dijadikan deductable expenses. Namun, kompensasi kerugian yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang hanya sebesar USD 1,000,000,00, karena kompensasi kerugian yang dapat diperhitungkan adalah kompensasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan yang diterbitkan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang telah diaudit oleh fiskus. Dalam kasus ini, pihak Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas SKPLB yang diterbitkan tersebut sehingga atas kompensasi kerugian tersebut akan dikoreksi positif sebesar USD 1,500,000,000. Dengan demikian, kompensasi kerugian yang dapat diperhitungkan untuk mengurangi laba kena pajak adalah sebesar USD 1,000,000 (yakni USD 2,500,000,000 dikurangi dengan penyesuaian fiskal sebesar USD 1,500,000,000).
Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (2) UU PPh menyatakan bahwa “Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.” Dengan demikian, Wajib Pajak yang melakukan pembukuan mengalami kerugian dalam negeri, memiliki hak untuk mengompensasikan kerugiannya pada laba di tahun pajak berikutnya hingga 5 tahun mendatang. Dalam kasus ini, apabila terjadi kerugian terjadi di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan laba dalam negeri.

2.      Kewajiban pemotongan pajak yang terkait dengan pembayaran royalti, bunga pinjaman, dan dividen
Kewajiban pemotongan pajak terkait pembayaran royalti, bunga pinjaman, dan dividen berbeda-beda sesuai ketentuan peraturan perpajakannya. Meski begitu, peraturan mengenai batas pembayaran dan batas pelaporan memiliki dasar peraturan yang sama, yakni PMK No. 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak dan PMK No. 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
a.       Royalti
Pengenaan pajak atas pembayaran royalti kepada Wajib Pajak Luar Negeri pada dasarnya diatur pada Pasal 26 ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan dikenakan tarif sebesar 20%. Meski begitu, pajak pada kasus ini tidak dapat dipungut berdasarkan ketentuan tersebut, melainkan berdasarkan P3B Indonesia - Amerika Serikat sebagai produk lex specialis yang berlaku. Article 13 par. (1) dan (2) mengatur bahwa negara sumber berhak mengenakan pajak atas penghasilan royalti yang diterima oleh penduduk Amerika Serikat yang merupakan beneficial owner penghasilan tersebut, namun tarif pajaknya tidak melebihi 10%. Maka dari itu, pembayaran royalti kepada DREI dikenakan PPh sebesar 10% dari seluruh penghasilan royaltinya, perhitungannya ialah sebagai berikut.

Jenis Pemotongan
PPh Pasal 26
Dasar Pengenaan Pajak
= ($ 15.000.000*2,5%)+($ 25.000*4)
=  $ 475.000
Tarif
10%
Pajak Terutang
$ 47.500
Batas Pembayaran
Tanggal 10 setelah masa pajak berakhir

Batas Pelaporan
SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

b.      Bunga
Berdasarkan transaksi pinjaman sebesar USD 10.000.000 yang dilakukan oleh DREI dan EIE, pinjaman yang boleh diakui hanya sebesar USD 5.000.000 karena sisanya dianggap sebagai bentuk penyertaan modal karena masih terdapat kekurangan penyetoran modal dari DREI kepada PT EIE sebesar USD 5.000.000. Ketentuan pada Article 12 ayat (1) dan (2) P3B Indonesia-Amerika Serikat mengatur bahwa pemerintah Indonesia berhak mengenakan pajak atas penghasilan bunga pinjaman yang diperoleh penduduk Amerika Serikat yang merupakan beneficial owner penghasilan tersebut, namun tarif pajak yang dikenakan tidak melebihi 10%. Lebih lanjut, Article 12 ayat (5) P3B Indonesia-Amerika Serikat mengatur bahwa tarif yang tercantum pada P3B hanya berlaku kepada jumlah pembayaran bunga yang bersifat wajar (sebagaimana yang akan dibayarkan ke pihak tanpa hubungan istimewa). Jumlah pembayaran yang melebihi jumlah yang wajar akan dikenakan pajak sesuai dengan hukum domestik negara sumber, dalam hal ini mengacu kepada Indonesia dan Pasal 26 UU PPh. Tarif yang diatur dalam pasal tersebut ialah sebesar 20%.

Jenis Pemotongan
PPh Pasal 26
Dasar Pengenaan Pajak
= 12,5% x USD 5.000.000
= $ 625.000
= 2,5% x USD 5.000.000
= $ 125.000
Tarif
10%
20%
Pajak Terutang
$ 62.500
$ 25.000
Total Pajak Terutang
$ 87.500
Batas Pembayaran
Tanggal 10 setelah masa pajak berakhir
Batas Pelaporan
SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Keterangan
Tarif pajak (atas bunga pinjaman yang dianggap wajar) mengikuti ketentuan pada Art. 12 par. (2) dan (5) P3B Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.

c.       Dividen
PT EIE akan membagikan dividen kepada ketiga pemegang sahamnya (i.e. DREI, PT PBL, dan Bapak AKS) sebesar 70% dari laba setelah pajaknya pada tahun tersebut sebanding dengan kepemilikan saham ketiga pihak tersebut. Maka dari itu, total dividen yang akan dibagikan ialah sebagai berikut.

Income after tax
$ 749.781.250
Dividends to be paid (70%)
$ 524.846.875

1.      Pembayaran dividen kepada DREI
DREI memiliki 70% saham PT EIE, maka DREI akan mendapatkan 70% dari total dividen yang akan dibagikan oleh PT EIE. Selain dividen dari laba, DREI juga mendapatkan penghasilan dividen yang dikarakterisasi ulang oleh DJP dari bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE atas pinjaman yang diberikan oleh DREI. Jumlah dividen dari bunga pinjaman tersebut didapatkan dari selisih antara jumlah bunga pinjaman yang dibayarkan oleh PT EIE ($ 1.500.000) dengan jumlah bunga yang diperkenankan oleh DJP ($ 625.000), yakni sebesar $ 875.000. Serupa dengan pembayaran penghasilan pasif lainnya, pengenaan pajak atas penghasilan ini mengikuti ketentuan pada P3B Indonesia-Amerika Serikat. Tarif yang digunakan diatur dalam Article 11 par. 2 P3B Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.

Jenis Pemotongan
PPh Pasal 26
Dasar Pengenaan Pajak
$ 367.392.813
= (15% x USD 10.000.000) - (12,5% x USD 5.000.000)
= $ 875.000
Tarif
10%
10%
Pajak Terutang
$ 36.739.281
$ 87.500
Total Pajak Terutang
$ 36.826.781
Batas Pembayaran
Tanggal 10 setelah masa pajak berakhir
Batas Pelaporan
SPT Masa PPh 23/26 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Keterangan
Tarif mengikuti ketentuan pada Art. 11 par (2) tentang Dividends P3B Indonesia-Amerika Serikat, yakni sebesar 10%.

2.      Pembayaran dividen kepada Bapak AKS
Kepemilikan saham PT EIE oleh Bapak AKS ialah sebesar 5%, maka beliau akan mendapatkan dividen sebesar 5% dari total dividen yang akan dibagikan oleh PT EIE. Pembayaran dividen kepada Bapak AKS dikenakan PPh Final sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

Jenis Pemotongan
PPh Pasal 4 ayat 2
Dasar Pengenaan Pajak
$ 26.242.344
Tarif
10%
Pajak Terutang
$ 2.624.234
Batas Pembayaran
Tanggal 10 setelah masa pajak berakhir
Batas Pelaporan
SPT Masa PPh Final  paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

3.      Pembayaran dividen kepada PT LBI
Kepemilikan saham PT LBI pada PT EIE ialah sebesar 25% sehingga PT LBI akan mendapatkan 25% dari total dividen yang akan dibagikan oleh PT EIE. Penghasilan dividen PT LBI dari PT EIE tidak akan dikenakan pajak karena bukan merupakan objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf F UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yakni sebagai berikut.
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas (dalam kasus ini EIE) sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia (dalam kasus ini PT. LBI) dengan syarat:
            1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
            2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah  yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Jenis Pemotongan
PPh Pasal 4 ayat 3
Jumlah Penghasilan
$ 131.211.719
Tarif
-
Pajak Terutang
-
Batas Pembayaran
-
Batas Pelaporan
-
Keterangan
Pembayaran dividen kepada PT LBI tidak dipotong Pajak Penghasilan karena penghasilan dividen tersebut bukan merupakan objek PPh sesuai dengan ketentuan pada Pasal 4 ayat (3) huruf f. Kepemilikan saham PT LBI pada PT EIE sebesar 25% dari jumlah modal yang disetor.

 


Best regards, Muhammad Abdur Rozaq Undergraduate Student of Fiscal Administration Study Faculty of Social and Political Science University of Indonesia E-mail: muh.abdurrozaq@gmail.com Mobile: 082260280185

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa angka India menjadi angka Arab?

Kebanyakan dari kita mungkin mengira angka Arab seperti angka-angka yang tercantum di dalam Al-Qur’an. Namun pada kenyataannya angka Arab bukanlah seperti yang selama ini kita asumsikan. Angka Arab itu sendiri sebenarnya angka yang sekarang menjadi angka internasional yaitu 1, 2, 3, 4, 5, ...dst. Lalu, angka yang kita kenal sebagai angka Arab yang ada di Al Qur’an itu angka apa? Fakta yang lucu. Ketika masyarakat umum dunia menyebutnya angka Arab, tapi orang Arab sendiri justru menyebutnya sebagai angka Hindi. Angka Arab yang sebenarnya adalah angka India yaitu ١ , ٢ , ٣ , ٤ , ٥ , ٦ , ٧ , ٨ , ٩ ,١٠ . Hal ini bisa dilihat dari sejarah perkembangan evolusi tulisan angka Arab dan Hindi itu sendiri. Kenyataannya angka-angka yang kita pakai saat ini adalah keturunan dari angka India. Dan sistem angka Hindu-Arab dikembangkan oleh matematikawan India. Angka India kemudian diadopsi oleh matematikawan Persia di India, dan diteruskan lebih lanjut kepada orang-orang Arab di sebelah barat. ...

Go-Jek Indonesia dan Tantangan Lingkungan dalam Perspektif Teori Organisasi

Organisasi bisnis jasa online , dewasa ini sedang banyak dikembangkan di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya penawaran fasilitas-fasilitas yang berdalih memberikan kemudahan dalam memenuhi setiap kebutuhan dan aktivitas masyarakat yang dikemas secara online dalam sebuah software aplikasi. Sebagaimana dapat kita amati, kemunculan berbagai bentuk layanan belanja online seperti Tokopedia , Bukalapak , Lazada , OLX , Grab-Bike , dan Go-Jek. Terkait hal bisnis jasa online , dalam tulisan ini akan dibahas mengenai layanan Go-Jek Indonesia. Go-Jek merupakan startup lokal di bidang digital. Selain Go-Jek, terdapat juga Grab-Bike yang merupakan startup asal Malaysia. Khususnya Go-Jek, ini sangat cermat dalam melihat kondisi lingkungan, yang terkait kemacetan yang terjadi di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Ide diciptakannya layanan Go-Jek muncul dari lingkungan eksternal organisasi Go-Jek, yaitu masyarakat (yang kemudian menjadi target sebagai customer Go-Jek) dan kemace...

Tanya Jawab Seputar Manusia dan Masyarakat Indonesia

1.       Soal: Setiap sukubangsa/etnis di Indonesia, memiliki budaya yang mendasari terbangunnya kearifan lokal untuk kelangsungan hidup mereka saat beradaptasi dengan lingkungan alamnya, baik dalam mengelola sumberdaya alam, mitigasi bencana dan berbagai kehidupan sosial. Sebut dan jelaskan langkah-langkah yang konstruktif harus dilakukan pemerintah dalam membangun kemitraan dengan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan budaya! Pembahasan: Kearifan lokal merupakan prinsip-prinsip dan cara-cara tertentu yang dianut, dipahami, dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan norma adat. [1] Kearifan lokal juga berkaitan dengan strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. [2] Hidup yang berdampingan dengan alam mengharuskan kita mampu beradaptasi den...